PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia Tuntut TSP atas Raibnya Uang Arisan Rp. 11 Miliar


DIPLOMASINEWS.NET - Surabaya - Beberapa karateka pemegang sabuk hitam yang tergabung dalam Perguruan Pembinaan Mental Karate (PMK) Kyokushinkai Karate-Do Indonesia menuntut pertanggungjawaban Tjandra Sridjaja Pradjonggo atas raibnya uang arisan yang jumlahnya Rp. 11 miliar lebih.

Para pemegang sabuk hitam, termasuk putri kandung Nardi T Nirwanto, pendiri Perguruan PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia ini juga melaporkan Tjandra Sridjaja Pradjonggo dan kawan-kawan ke Bareskrim Mabes Polri atas raibnya uang Rp. 11 miliar yang tersimpan direkening perkumpulan.

Apa yang membuat para karateka pemegang sabuk hitam Kyokushinkai Karate-Do Indonesia dan Pimpinan Pusat Perguruan Pembinaan Mental Karate (PMK) Kyokushinkai Karate-Do Indonesia harus menempuh jalur hukum atas raibnya uang sebanyak Rp. 11 miliar lebih tersebut?

Lalu, mengapa pemilik gedung Sridjaya yang terletak di Jalan Mayjend Sungkono Surabaya tersebut harus bertanggungjawab dan turut dilaporkan ke polisi atas raibnya uang sebanyak Rp. 11 miliar lebih tersebut.

Cerita ini diawali dari pengakuan Bambang Haryo Soekartono, salah satu pemegang sabuk hitam di Perguruan PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia.

Pengusaha yang pernah mencalonkan diri sebagai Bupati Sidoarjo pada Pilkada Sidoarjo 2020 itu mengatakan, uang sebanyak Rp. 11 miliar lebih itu adalah uang arisan yang dikumpulkan para pemegang sabuk hitam di Perguruan PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia.

“Tahun 2007, kami yang tergabung dalam perguruan PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia bersepakat untuk mengumpulkan uang,” ujar Bambang Haryo Soekartono, Kamis (16/3/2023).

Uang yang kami kumpulkan itu, sambung Bambang Haryo Soekartono, kami gagas dalam bentuk arisan.

Nantinya, tiap uang yang telah terkumpul, akan kami sumbangkan untuk pengembangan pembinaan mental karate di Kyokushinkai Karate-Do Indonesia diseluruh wilayah Tanah Air Indonesia.

Sebagian besar para peserta arisan itu, menurut cerita Bambang Haryo Soekartono, adalah pemegang sabuk hitam. Jumlah para pemegang sabuk hitam yang ikut dalam arisan, ada 300 orang.

“Masing-masing pemegang sabuk hitam, ada yang ikut satu nomer. Banyak juga yang memegang arisan sampai 10 nomor, termasuk saya. Dan uang arisan yang disepakati besarnya Rp. 250 ribu yang ditarik setiap bulannya,” ungkap Bambang Haryo Soekartono.

Uang yang dikumpulkan dari para peserta, kemudian ditaruh atau dimasukkan ke rekening khusus yang dinamakan rekening penampungan.

Pada pelaksanaan arisan periode pertama, Bambang Haryo Soekartono ditunjuk sebagai bendahara.

“Arisan itu sendiri masa berlaku per periodenya selama 40 bulan atau tiga tahun lebih. Jika periode pertama habis, akan dilanjutkan ke periode selanjutnya yaitu periode dua. Sebelum dipindahkan ke rekening penampungan yang sudah disepakati, seluruh uang arisan yang masih tersisa di rekening penampungan milik Bambang Haryo, akan dilakukan audit terlebih dahulu.

Proses pergantian periode arisan dari periode satu hingga periode tiga, menurut Bambang Haryo, tidak pernah ada masalah. Begitu juga dengan audit keuangannya, juga tidak ada yang menyalahi aturan.

Namun, begitu arisan ini diteruskan diperiode keempat, mulailah ada masalah. Uang arisan yang ketika itu jumlahnya Rp. 11 miliar lebih tiba-tiba diketahui telah raib.

Pengusaha kapal Ferry yang juga sebagai Owner PT. Dharma Lautan Utama ini juga mengatakan, raibnya uang arisan yang jumlahnya Rp. 11 miliar lebih itu akhirnya diketahui bahwa sebagian besar uang-uang tersebut ditransfer ke beberapa rekening milik orang lain.

“Arisan periode keempat ini habis ditahun 2023. Seluruh uang arisan yang tersisa direkening penampungan milik perkumpulan yang awalnya Rp. 11 miliar lebih saat ini tersisa hanya Rp. 21 juta,” ungkap Bambang Haryo.

Pria yang pernah menjadi anggota DPR RI periode 2014-2019 di Komisi VI yang membidangi BUMN, Koperasi, Investasi, Perdagangan Dan Perindustrian ini kembali menjelaskan, selain uang arisan yang tersisa Rp. 21 juta, para pemegang sabuk hitam yang ikut arisan perguruan pembinaan mental karate Kyokushinkai itu juga menemukan bukti adanya transfer uang ke beberapa rekening.

Ketua Umum Ikatan Pencak SIlat Indonesia (IPSI) Surabaya periode 2018-2022 ini melanjutkan, sebagai Ketua Arisan, Rudy Hartono kemudian mempertanyakan raibnya uang arisan itu ke Tjandra Sridjaja Pradjonggo melalui surat tertutup.

Bukannya memberikan penjelasan, Tjandra Sridjaja malah memerintahkan Erick Sastrodikoro untuk membuat laporan dikepolisian.

Atas perintah Tjandra Sridjaja itulah Erick kemudian melaporkan Rudy Hartono dan Liliana Herawati ke Polrestabes Surabaya dengan tuduhan melanggar pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, pasal 310 KUHP tentang fitnah dan pasal 311 KUHP tentang pencemaran nama baik.

Mendengar pimpinan pusat PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia dilaporkan ke polisi, Bambang Haryo tidak terima dan menilai dilaporkannya Liliana Herawati ke polisi itu terlalu mengada-ada dan tidak ada hubungannya.

Pria yang akrab disapa BHS ini semakin geram ketika mengetahui masih ada tiga advokat lain yang ikut dilaporkan Tjandra Sridjaja Pradjonggo ke polisi.

Tiga pengacara itu bernama Usman Wibisono, Wahab dan Benny Rustam.

Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra Propinsi Jawa Timur periode 2012 sampai sekarang ini kembali mengatakan, akibat raibnya uang arisan yang jumlahnya Rp. 11 miliar lebih itu, para pemegang sabuk hitam yang tergabung dalam Forum Pemegang Sabuk Hitam (FPSH) PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia kemudian membuat laporan ke Bareskrim Mabes Polri.

Yang dilaporkan ke Mabes Polri adalah adanya dugaan pemalsuan surat dan penggelapan yang dilakukan Tjandra Sridjaja Prajonggo, Bambang Irwanto dan beberapa pengurus perkumpulan dibawah kepemimpinan Tjandra Sridjaja Pradjonggo.

Mengetahui dirinya dilaporkan di Bareskrim Mabes Polri, Tjandra Sridjaja Pradjonggo kembali membuat laporan di Polrestabes Surabaya atas adanya dugaan pemalsuan akta otentik sebagaimana diatur dalam pasal 266 KUHP.

Dan atas laporan Tjandra Sridjaja Pradjonggo di Polrestabes Surabaya tersebut, Liliana Herawati akhirnya ditetapkan sebagai tersangka tanggal 28 Februari 2023, dan surat penetapan tersangka Liliana Herawati ini diterima pada tanggal 7 Maret 2023.

Contributor : Jib
Editor : Roy Enhaer
Publisher : Oma Prilly

Related

Cover Story 8544204255406720531

Follow Us

Postingan Populer

Connect Us

DIPLOMASINEWS.NET
Alamat Redaksi : Perumahan Puri Jasmine No. 07, Jajag, Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur
E-mail : redaksi.diplomasi@gmail.com
item