Jika Guru 'Kencing' Berdiri, Murid pun Ikut 'Pipis' Sambil Berlari

Oma Prilly

Kita sebagai warga bangsa yang cerdas, cerdik dan pintar, tentu sangat berkewajiban mendirgahayui momentum Hari Guru Nasional setiap tahun pada 25 November.

Sederhana saja bahwa jika kita menyebut dan mengucap kata 'guru' pasti yang terpikir di tabung otak semua orang adalah sesosok panutan, pencerdas serta sosok pembelajar yang menuntun, membimbing dari awal yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang buta aksara menjadi melek huruf abc dan alif ba ta serta dari yang sama sekali tidak bisa berhitung akhirnya menjadi piawai berbilang matematis.

Jika peran sosok guru sepenting dan semendasar itu pada kita, masihkan kita mendustakannya dan apalagi tidak pernah mengapresiasi kemuliaan atas tugas - tugas mereka yang tidak mudah itu? 

Profesi sosok guru memang abot sanggane. Memikul beban berat di pundaknya atas nama intelektualitas dan moralitas. Guru tidak hanya sekadar mengajar formal menjadikan kita cerdas dan bernalar otaknya tetapi menjaga, merawat serta memberi keteladanan unggah - ungguh bagi cikal bakal manusia unggul.

Sosok guru bisa 'ciptakan' profesi apa saja terhadap para siswanya yang dulu pernah diajardidiknya. Bisa 'menyulap' menjadi politisi, bupati, menteri hingga sukses menjadi 'polisinya' polisi. 

Bahkan sosok guru bisa 'mendesain' manusia paling cerdas di negeri ini, yakni BJ Habibie. 

Lebih luas dan mendasar lagi bahwa yang dipredikati sebagai sosok guru bukan hanya manusia yang mengajardidikkan para siswanya di ruang kelas saja tetapi teramat banyak guru lain yang berperan penting terhadap diri kita yakni guru informal seperti emak dan bapak. 

Tapi jangan lupa dan harus diingat bahwa seorang guru secara moral juga merupakan  sosok yang mesti digugu dan ditiru oleh utamanya bagi para siswanya serta masyarakat di lingkarannya. 

Bahkan akan menjadi malapetaka agar sosok guru senantiasa mengingat dan diingatkan akan sepenggal kalimat mutiara ini : jika guru 'kencing' berdiri, murid pun ikut 'pipis' sambil berlari.

Dan, jangan lupa bahwa sosok guru tempo doeloe jika dibandingke dengan guru era sekarang sangatlah jauh berbeda. Sosok guru era dulu lebih lugu, tidak glamor atau hedonistik. Bekerja lebih pada pengabdian tanpa pamrih atau tendensius materialistik. Secara personal atau kelompok bahwa sosok guru zaman dulu tidak banyak neko - neko di depan siswa didiknya ketika menjelang tahun ajaran baru. Dari mulutnya, sosok guru zaman dulu tidak pernah berucap dan apalagi 'ngomong' soal iuran untuk pengadaan uang gedung, uang pagar, uang seragam, uang partisipasi, uang 'study tour', uang perpisahan, serta uang lembaran LKS.

Tapi no coment atas semua itu. Wong namanya beda zaman, beda era, beda teknologi, beda kebutuhan, beda keinginan serta beda peradaban bahkan bisa jadi beda nafsu 'keserakahan'.

Tapi betapa dan apa pun adanya, pada 25 November ini kita wajib mendirgahayui Hari Guru Nasional.

Dirgahayu Hari Guru Nasional, 25 November 2022.

Oma Prilly
Jumat, 25 November 2022.

Related

Cover Story 4441142690648120549

Follow Us

Postingan Populer

Connect Us

DIPLOMASINEWS.NET
Alamat Redaksi : Perumahan Puri Jasmine No. 07, Jajag, Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur
E-mail : redaksi.diplomasi@gmail.com
item