Ironis, ‘Gaduh Nasional’ Tak Kunjung Habis
Oma Prilly |
BARANGKALI akulah di antara ratusan juta rakyat awam paling dungu – sedungunya yang hidup dan bernafas di negeri ini. Betapa tidak, hampir setiap pagi hingga pagi lagi, dari Senin hingga ketemu hari Senin lagi, selalu saja sepasang mripat ku melihat dan sepasang lobang telingaku mendengar terus menerus tanpa putus dari mulut – mulut nyinyir dan lamis saling caci maki, hujat mudarat antar sesame yang mempersoalkan negeri ini dari banyak sisi, dari banyak kacamata, dari banyak diafragma, dari banyak sudut pandang dan dari beragam angle.
Jika pertanyaan itu
dirumuskan dengan 5W – 1 H pasti akan berbunyi, sedang terjadi apa dan
mengapakah negeri Nusantara ini? Di manakah ‘kejadian’ itu dan siapa yang ‘menjadikannya’?
Kemudian, bagaimana selanjutnya jika tradisi caci tanpa solusi dan hujat penuh
mudarat itu tak bisa terhentikan dan hanya berputar – putar di atas kepala
ratusan juta rakyat di negeri yang sesungguhnya penuh kedamaian ini? Pernahkah kita
berpikir seberapa mahal ongkos kedamaian itu jika sampai terkoyak yang kemudian
terwariskan kepada generasi nanti di negeri ini?
Jujur, aku lahir, hidup,
makan, minum, tidur dan kemudian ketika pada ketika ‘dijemput’ nanti selalu
berusaha cinta damai. Tidak pro di sana dan tidak kontra di sini. Aku hanya dan
hanya ‘gandrung’ dengan keadilan dan system nilai – nilai hakiki. Sebagai awam bahwa
pikiran dan sejarah hidupku tidak paham apa itu nasionalis, dan patriotis. Tanpa
mulutku nyinyir soal patriotis dan nasionalis pun, insya Allah di dada, di
setiap detak jantung, dan di aliran nadi darahku secara alamiah telah termuati
semua itu. Intinya, aku sangat menolak dan amat tidak suka dengan yang disebut
oportunis.
Bukankah hari –
hari ini teramat banyak mulut – mulut dan pemilik hati oportunis yang saban saat berseliweran di negeri Pancasila ini demi kepentingan perut, keluarga,
golongan dan kelompok sendiri serta abai dengan manusia lain di kanan – kiri?
Sudahlah, semua itu
mbok ya disudahi, diakhiri, difinali,
dan hentikan modus mulut – mulut lamis yang nyiyir tak kunjung habis. Duduklah bersama,
lesehan bersama kemudian mencari
kebenaran sejati bersama. Ketika di sana – sini kurang pas, ya bareng – bareng dipaskan.
Ketika kurang jejeg, kurang tegak yang
diberdirikan bersama biar semakin tegak.
Andai masih gelap
gulita, kelam, remang – remang atau redup ya diganti bolam – nya biar semakin terang benderang, dan jika sesuatu itu
bengkok kenapa tidak diluruskan bareng – bareng? Dan, jika ada yang masih
tertidur pulas segerakan untuk dibangunkan.
Kemudian, jika ada
sesuatu yang kobong atau terbakar jilatan api segerakanlah siram dengan air,
jangan malah diguyur dengan pertamax
kemudian terjadi kegaduhan.
Jika tidak, bahkan sampai
bumi terbalik pun, ‘gaduh nasional’ itu tak kunjung habis.
Oma Prilly
Jember, Kamis, 17 Februari 2022