KUBURMU ADALAH GALIANMU

 

Aku tak harus datang langsung ke ‘pendopo’ Kanjeng Ratu Roro Kidul seperti kemarin untuk 'wawancara imajiner' seputar hancur dan 'sengaja' dihancurkanya hutan lindung di gunung Tumpang Pitu, Banyuwangi, Jawa Timur, itu. Cukup lewat 'by phone', kami bisa 'telewawancara' dengan penguasa laut selatan berparas ayu tersebut.


"Kamu yang interview kemarin petang di istanaku itu, ya?", tanya Kanjeng Ratu lewat telepon genggamnya. 


"Tidak salah, Bunda Ratu", jawabku mengiyakan pertanyaannya. 


Terdengar dari nada suaranya, Kanjeng Ratu Roro Kidul itu marah besar dan ada indikasi 'ultimatum' atas ulah manusia-manusia pejabat di kabupaten ini atas perusakan hutan lindung yang dialihfungsikan menjadi hutan produksi kemudian dieksplorasi secara ekstrim dan diacak-acak lahan suburnya, digunduli pohon-pohonnya, dan pokoknya watak dan perilaku serakah telah terakumulasi di atas Tumpang Pitu itu. 


Kekuatan kapitalis dan kearogansian kekuasaan telah terjalin mesra menjadi kekuatan 'powerful' yang mustahil jutaan rakyat sanggup mendobraknya. 


"Aku ini heran. Wong kekuasaan yang hanya temporer sesaat saja kok berkacak pinggang, sombong, merusak Tumpang Pitu yang notabene itu kedaulatan hukum di kerajaanku", suara Nyi Ratu mengawali kemarahannya. 


"Kekuasaan apa to, Nyi Ratu?" tanyaku memotong.


"Gundulmu itu!"


"Gundul siapa, Nyi Ratu?"


"Ya gundulnya pejabat di kabupatenmu yang menggunduli hutanku itu. Tempat tinggal satwa terusik oleh mental bejat pejabatmu. Burung Emprit telah kehilangan sarangnya. Hanya manusia berhati iblis saja yang sanggup dan tega beraksi seperti itu. Lebih iblis dari iblis yang sesungguhnya".


"Iblis itu apa to, Nyi Ratu?"


"Goblog! Iblis itu ya 'pejabat' mu yang merusak hutanku itu. Manusia-manusia bangsamu itu selalu berkonotasi bahwa karajaan kami adalah bangsa iblis. Lebih iblis manakah jika bangsamu merusak wilayahku padahal bangsaku sama sekali tak pernah mengusik gedung 'DPRD' mu. Kantor 'pemda' mu dan kantor-kantor 'dinas' mu selama ini. 


"Nyi Ratu sedang mengultimatum bangsaku kah?"


"Bukan! Aku hanya mewanti-wanti bahwa siapa yang gali lubang di Tumpang Pitu, ia pasti terkubur di lubang itu juga". 


Nyi Ratu marah besar. Kemudian telewawancara itu berhenti dan di ujung telepon genggamku terdengar gelegar ombak selatan pecahkan karang .


Roy Enhaer 


( Tulisan ini pernah dipublikasikan pada 5 tahun lalu, tepatnya 27 Agustus 2016. Semoga masih ‘nyambung’ relevansinya hingga hari ini, pen )

Related

Cover Story 3279978974442897318

Follow Us

Postingan Populer

Connect Us

DIPLOMASINEWS.NET
Alamat Redaksi : Perumahan Puri Jasmine No. 07, Jajag, Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur
E-mail : redaksi.diplomasi@gmail.com
item