Oknum Pejabat ‘Makelar’ Obat, Petani dan Lingkungan Hidup Sekarat

‘BINASAKAN’ ALAM DAN PETANI : Akibat penggunaan herbisida sistemik tanpa kendali, kelestarian  lingkungan dan generasi manusia akan mati. [ image : roy enhaer/diplomasinews.net ]
DIPLOMASINEWS_RINGINTELU_BANYUWANGI_Pada Selasa, 15 September 2020, media online DIPLOMASINEWS.NET, tengah mlaku – mlaku demi mendapatkan informasi yang tepat tentang semakin banyaknya tebing saluran irigasi yang longsor di kawasan hamparan persawahan di Desa Ringintelu, Kecamatan Bangorejo, Banyuwangi, Jawa Timur.   

Musabab atas longsornya dinding – dinding saluran air tersebut salah satunya diduga kuat karena penggunaan obat suket atau jenis herbisida sistemik yang over dosis oleh petani.

Kelongsoran tersebut karena struktur tanahnya berubah gembur dan lembek. Kelembekan tanah disebabkan oleh rumput yang melapisinya telah mati akibat ‘dibunuh’ dengan cara pemakaian herbisida sistemik.

Dan, dampak langsung pemakaian herbisida sistemik tersebut ternyata lebih jahat. Artinya, herbsida jenis itu cara kerjanya memang dahsyat. Kedahsyatannya tidak hanya daun – daun rumput saja yang mati tetapi daya bunuhnya sanggup mematikan rerumputan hingga ke akar – akarnya di kedalaman lapisan tanah.

Sementara itu, ketika media online ini menemui, Nur Salim, ketua Gabungan HIPPA di pinggir saluran  irigasi, mengatakan dengan prihatin bahwa  sesungguhnya semakin lama para petani di negeri ini sedang ‘dibunuh’ perlahan oleh sebuah system manajemen pertanian yang semakin hari semakin ‘ngawur’.
KOLABORASI : Ucap Nur Salim, bahwa para oknum pejabat dan formulator obat – obatan ‘kerja bareng’ demi kepentingan sesaat meski petani sekarat. [ image : roy enhaer/diplomasinews.net ]
Sekadar catatan, bahwa Nur Salim adalah hanya ‘wong ndeso’, bukan pakar, bukan ahli dan sama sekali bukan akademisi. Dia hanya seorang ‘jogo tirto’ tapi memilik jam terbang cukup tinggi di bidang pertanian.

Dengan intinktif – nya yang tajam dan penuh peduli di dunia pertanian, akhirnya secara naluriah sanggup membaca tanda – tanda ketidakbenaran system manejemen pertanian sekarang ini.  

Kengawuran itu sekarang sangat nyata dan benar – benar terjadi di depan mata. Contohnya penggunaan obat – obatan pertanian yang formulasinya sangat tidak tepat jika dipraktikkan di lapangan,” terang Nur Salim kepada DIPLOMASINEWS.NET, di pinggir pematang, Selasa, 15 September 2020.  

Jelentreh Nur Salim sambil memberi contoh bahwa sekarang rumput yang berfungsi sebagai ‘karpet bumi’ itu sudah tidak tumbuh lagi karena ‘dibunuh’ dengan cairan pembunuh rumput hingga mati ke akar – akarnya. Akhirnya struktur tanah yang seharusnya disangga oleh jaringan akar rumput itu tidak bisa saling mengikat, akibatnya tanah menjadi labil, gembur dan lembek. Dampaknya pasti terjadi bencana kelongsoran.

Ketika ditanya sejauh mana system pengawasan penggunaan obat – obatan pertanian terhadap para petani dalam menggunakannya di lapangan? Dengan sinis dia menjawab bahwa antara pejabat dan penjual obat [ formulator ] tidak pernah berpikir panjang soal generasi manusai dan lingkungan hidup di masa mendatang.

Masih ucap Nur Salim, bahwa mereka [ pajabat dan produsen obat ] hanya berpikir sesaat. Tidak pernah peduli jika akhirnya nanti lingkungan hidup kiamat, dan petani sekarat.

Ucapnya lagi, maaf, antara oknum petugas pertanian dengan pengusaha atau produsen obat tersebut target mereka hanya meraup keuntungan sebesar – besarnya dari produksi obat yang ditawarjualkan kepada petani itu.

Lanjut ‘jogo tirto’ itu bahwa sekarang telah terjadi debit air sungai yang semakin mengecil volumenya. Analisanya, bahwa kecilnya debit air sungai itu pasti ada sebab akibatnya. Bagaimana tidak semakin mengecil, lanjutnya, lha wong pohon – pohon yang berdiri tegak di hulu mata air sana dengan akar -akarnya bisa sebagai ‘tandon air’ itu sekarang dimusnahkan dan telah dibabat habis ‘diganti’ dengan tanaman musim demi sebuah ‘pabrik’ BUMN?

Masih lanjutnya, kenapa tidak sejak zaman colonial dulu di wilayah itu didirikan pabrik? Atau barangkali di zona itu sengaja dibiarkan lingkungannya tumbuh alami agar resapan air tanah bisa dijadikan lumbung air sehingga debit air sungai tidak semakin mengecil seperti sekarang.

“Kenapa sekarang justru pohon – pohon yang akarnya berfungsi sebagai penyangga air tanah itu ‘dimusnahkan’ diganti dengan tanaman komoditas semusim?” ” ucap ‘jogo tirto’ Nur Salim, itu, Selasa, 15 September 2020.        

Pungkasnya lagi, bahwa mereka ternyata lebih suka memilih merusak ekosistem. Tak peduli meski lingkungan hidup hancur. Tak peduli meski musuh alami hama – penyakit itu musnah. Yang penting produk obatnya laris dan pabriknya lancar produksi.

“Ujung – ujungnya, pasti oknum pejabat itu dapat untung besar dari jasa makelaran obat,” pungkasnya.

Onliner    : roy enhaer
Publisher : oma prilly
Source    : diplomasinews.net

Related

Cover Story 5238476541610844092

Follow Us

Postingan Populer

Connect Us

DIPLOMASINEWS.NET
Alamat Redaksi : Perumahan Puri Jasmine No. 07, Jajag, Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur
E-mail : redaksi.diplomasi@gmail.com
item