Oknum Pejabat ‘Makelar’ Obat, Petani dan Lingkungan Hidup Sekarat
http://www.diplomasinews.net/2020/09/oknum-pejabat-makelar-obat-petani-dan.html
‘BINASAKAN’ ALAM DAN PETANI : Akibat penggunaan herbisida sistemik tanpa kendali, kelestarian lingkungan dan generasi manusia akan mati. [ image : roy enhaer/diplomasinews.net ] |
Musabab
atas longsornya dinding – dinding saluran air tersebut salah satunya diduga
kuat karena penggunaan obat suket atau jenis herbisida sistemik yang
over dosis oleh petani.
Kelongsoran
tersebut karena struktur tanahnya berubah gembur dan lembek. Kelembekan tanah
disebabkan oleh rumput yang melapisinya telah mati akibat ‘dibunuh’ dengan cara
pemakaian herbisida sistemik.
Dan,
dampak langsung pemakaian herbisida sistemik tersebut ternyata lebih jahat. Artinya,
herbsida jenis itu cara kerjanya memang dahsyat. Kedahsyatannya tidak hanya
daun – daun rumput saja yang mati tetapi daya bunuhnya sanggup mematikan rerumputan
hingga ke akar – akarnya di kedalaman lapisan tanah.
Sementara
itu, ketika media online ini menemui,
Nur Salim, ketua Gabungan HIPPA di pinggir saluran irigasi, mengatakan dengan prihatin bahwa sesungguhnya semakin lama para petani di
negeri ini sedang ‘dibunuh’ perlahan oleh sebuah system manajemen pertanian
yang semakin hari semakin ‘ngawur’.
KOLABORASI : Ucap Nur Salim, bahwa para oknum pejabat dan formulator obat – obatan ‘kerja bareng’ demi kepentingan sesaat meski petani sekarat. [ image : roy enhaer/diplomasinews.net ] |
Sekadar
catatan, bahwa Nur Salim adalah hanya ‘wong ndeso’, bukan pakar, bukan ahli dan
sama sekali bukan akademisi. Dia hanya seorang ‘jogo tirto’ tapi memilik jam
terbang cukup tinggi di bidang pertanian.
Dengan
intinktif – nya yang tajam dan penuh
peduli di dunia pertanian, akhirnya secara naluriah sanggup membaca tanda –
tanda ketidakbenaran system manejemen pertanian sekarang ini.
“Kengawuran itu sekarang sangat nyata dan
benar – benar terjadi di depan mata. Contohnya penggunaan obat – obatan pertanian
yang formulasinya sangat tidak tepat jika dipraktikkan di lapangan,” terang Nur
Salim kepada DIPLOMASINEWS.NET, di pinggir pematang, Selasa, 15 September 2020.
Jelentreh Nur Salim sambil
memberi contoh bahwa sekarang rumput yang berfungsi sebagai ‘karpet bumi’ itu
sudah tidak tumbuh lagi karena ‘dibunuh’ dengan cairan pembunuh rumput hingga
mati ke akar – akarnya. Akhirnya struktur tanah yang seharusnya disangga oleh
jaringan akar rumput itu tidak bisa saling mengikat, akibatnya tanah menjadi
labil, gembur dan lembek. Dampaknya pasti terjadi bencana kelongsoran.
Ketika
ditanya sejauh mana system pengawasan penggunaan obat – obatan pertanian terhadap
para petani dalam menggunakannya di lapangan? Dengan sinis dia menjawab bahwa
antara pejabat dan penjual obat [ formulator ] tidak pernah berpikir panjang
soal generasi manusai dan lingkungan hidup di masa mendatang.
Masih
ucap Nur Salim, bahwa mereka [ pajabat dan produsen obat ] hanya berpikir
sesaat. Tidak pernah peduli jika akhirnya nanti lingkungan hidup kiamat, dan
petani sekarat.
Ucapnya
lagi, maaf, antara oknum petugas pertanian dengan pengusaha atau produsen obat
tersebut target mereka hanya meraup keuntungan sebesar – besarnya dari produksi
obat yang ditawarjualkan kepada petani itu.
Lanjut
‘jogo tirto’ itu bahwa sekarang telah terjadi debit air sungai yang semakin
mengecil volumenya. Analisanya, bahwa kecilnya debit air sungai itu pasti ada
sebab akibatnya. Bagaimana tidak semakin mengecil, lanjutnya, lha wong
pohon – pohon yang berdiri tegak di hulu mata air sana dengan akar -akarnya
bisa sebagai ‘tandon air’ itu sekarang dimusnahkan dan telah dibabat habis ‘diganti’
dengan tanaman musim demi sebuah ‘pabrik’ BUMN?
Masih
lanjutnya, kenapa tidak sejak zaman colonial
dulu di wilayah itu didirikan pabrik? Atau barangkali di zona itu sengaja
dibiarkan lingkungannya tumbuh alami agar resapan air tanah bisa dijadikan
lumbung air sehingga debit air sungai tidak semakin mengecil seperti sekarang.
“Kenapa
sekarang justru pohon – pohon yang akarnya berfungsi sebagai penyangga air
tanah itu ‘dimusnahkan’ diganti dengan tanaman komoditas semusim?” ” ucap ‘jogo
tirto’ Nur Salim, itu, Selasa, 15 September 2020.
Pungkasnya
lagi, bahwa mereka ternyata lebih suka memilih merusak ekosistem. Tak peduli
meski lingkungan hidup hancur. Tak peduli meski musuh alami hama – penyakit itu
musnah. Yang penting produk obatnya laris dan pabriknya lancar produksi.
“Ujung
– ujungnya, pasti oknum pejabat itu dapat untung besar dari jasa makelaran obat,” pungkasnya.
Onliner : roy enhaer
Publisher
: oma prilly
Source : diplomasinews.net