Anak Tersayang di ‘Ujung Pedang’
http://www.diplomasinews.net/2020/07/anak-tersayang-di-ujung-pedang_31.html
Roy Enhaer |
ISMAIL
muda tumbuh menjadi anak penuh abdi sekaligus berbakti pada ayahandanya, yaitu Nabi Ibrahim. Juga totalitas dan kualitas imannya pada Allah SWT begitu dahsyat
seperti ayahandanya.
Nabi
Ibrahim amat sangat menyayangi Ismail, putranya. Ismail muda itu pun mencintai
penuh bakti pada ayahandanya. Tapi, ketika gugusan cinta antara anak-bapak itu
menggumpal dan bersenyawa, Allah SWT memberikan ‘ujian’ dan ‘adu nyali’ yang
teramat berat buat mereka. Ujian yang mampu membetot jantung hati setiap
manusia di kolong jagat ini.
‘Ujian’
itu adalah perintah Allah SWT buat Nabi Ibrahim dan Ismail. Perintah agar
seorang ayah untuk ‘penggal’ leher anak semata wayang yang dicintainya. Anak
kinasih belahan jantungnya. Betapa pedih perih hati Nabi Ibrahim. Dengan hati
sedih bahwa perintah ‘eksekusi’ oleh Allah itu ia sampaikan pada Ismail. Apa
yang terjadi atas peristiwa haru biru antara anak dan bapak itu?
Astaghfirullah! Justru Ismail
mempersilakan agar ‘pemancungan’ atas dirinya itu disegerakan. Baginya, itu
adalah semata-mata perintah Allah SWT. Ismail menyuruh ayahandanya untuk
melaksanakan perintah_Nya itu sesegera mungkin untuk memisahkan kepala
dan tubuhnya. la berserah diri kepada Allah dan berharap menjadi bagian dari
kelompok orang-orang yang bersabar.
Hingga
di ujung usia senjanya, Nabi Ibrahim baru bisa mendapatkan keturunan, yaitu
Ismail, anak laki-laki semata wayangnya. Ibrahim adalah nabi. Ia tak pernah
ragu menjalankannya atas semua perintah_Nya. Ismail pun begitu sabar dan ikhlas
menerima perintah Allah SWT.
Penuh
haru. Kedua lelaki anak dan bapak yang hebat penuh kesabaran itu bergegas
mencari tempat yang tepat untuk melakukan penyembelihan. Tubuh Ismail
dibaringkan di atas bebatuan yang rata dan halus. Agar Nabi Ibrahim tak melihat
wajah terakhir anak kinasihnya, sepotong kain ditutupkan pada wajah Ismail.
Tepat
ketika tajamnya pedang hampir menyentuh leher Nabi Ismail, malaikat Jibril
segera ‘membarter’ Nabi Ismail dengan seekor domba yang gemuk dan sehat.
Tajamnya pedang Nabi Ibrahim pun akhirnya memenggal leher domba itu.
Peristiwa
kemanusiaan yang sanggup meluluhtantakkan jantung dan ulu hati inilah awal dari
perintah penyembelihan hewan kurban pada setiap Idul Adha. Kisah nyata
yang sarat dengan kesabaran, ketakwaan, kekokohan dan keteguhan iman dari Nabi
Ibrahim dan Nabi Ismail ketika menjalankan perintah Allah SWT.
Bagaimana
dengan kita yang hidup di zaman android, di era milenial dan di peradaban digital seperti sekarang
ini?
Sanggup dan bersediakah hari ini kita meneladani, mempraktikkan sekaligus mengaplikasikan sikap hidup dua nabiyyullah itu?
@roy
enhaer
Banyuwangi, Dzulhijjah, Jumat, 31 Juli 2020
Banyuwangi, Dzulhijjah, Jumat, 31 Juli 2020