Ndrenginging
http://www.diplomasinews.net/2020/05/ndrenginging.html
©roy enhaer |
Jujur,
saya hari – hari ini sudah sangat mbelenger
atau bosan menulis terus – terusan tentang bencana alam pandemic Coronavirus dan imbasnya di negeri ini.
Dan, lebih eneg lagi ketika nulis begitu banyak berseliweran bantuan
sosial yang lalu lalang mengalir deras kepada warga yang terdampak akibat ‘pernyakit’
virus misterius dari kampung Wuhan,
Tiongkok, itu.
Akhirnya,
demi membunuh kebosanan menulis berita dan peristiwa seperti itu, saya coba membidik
angle lain, sudut dan mata
pandang lain yakni tentang jalan lobang dan sekaligus lobang berjalan alias infrastruktur
jalan yang tergerus ketika musim hujan tiba di kabupaten ini.
Saya
coba sedikit ngoceh undang – undang No
22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan raya [ LLAJ ], pasal 273
yang berbunyi bahwa penyedia sarana jalan baik di jalan nasional, provinsi, dan
kabupaten atau kota wajib menyediakan jalan dengan kondisi baik sehingga
memungkinkan terselenggaranya keselamatan di jalan.
Dan,
selain itu, Bab XI dalam UU itu sangat jelas mensyaratkan bahwa pemerintah
bertanggung jawab terhadap keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan. Kemudian
jika kemungkinan ada pihak yang menggugat, logikanya gugatan itu paling tepat dialamatkan
kepada pemerintah, yakni menteri pekerjaan umum untuk sarana jalan nasional,
gubernur untuk jalan provinsi, dan walikota – bupati untuk akses jalan kota dan
kabupaten.
Dalam
konteks akses jalan di atas, ternyata sangat relevan dengan true story
Khalifah Umar bin Khattab di era pemerintahannya. Dikisahkan,
meski
Umar bin Khattab terkenal tegas sikapnya dan tegar hatinya itu tiba – tiba menangis
sesenggukan dan sangat terpukul oleh informasi yang disampaikan ajudan via
pesan whatsapp - nya.
Pesan
WA tersebut terlulis bahwa di salah satu akses jalan di kota Irak telah terjadi
insiden seekor keledai kejlungup atau
tergelincir kakinya lalu jatuh ke jurang akibat fasilitas jalan yang
dilewatinya rusak dan berlobang – lobang. Sedih hatinya dan menangislah
Khalifah Umar bin Khattab itu meski berjuluk ‘Singa Padang Pasir’.
Datanglah
ajudan itu di ruang kerja sang Khalifah kemudian berucap, bukankah yang
terperosok jatuh ke jurang dan akhirnya mati itu hanyalah seekor keledai belaka?
Jawab khalifah serius sembari menahan amarah, apakah engkau sanggup menjawab di
hadapan Allah SWT ketika ditanya tentang apa yang telah engkau lakukan ketika
memimpin rakyatmu?
Lanjut
Khalifah, jika seekor keledai terperosok di Kota Bagdad karena jalanan rusak,
aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah SWT, mengapa kamu tidak
meratakan jalan untuknya?.
Bahkan
dalam narasi lain, Khalifah Umar bin Khattab dengan hati getun atau menyesali atas kepemimpinannya dengan njentus – njentus – kan, membenturkan kepalanya ke dinding karena mendengar
kabar fakta dan valid bahwa di salah satu ruas jalan di wilayah hukumnya telah
terjadi insiden seekor keledai nyungsep
di jalan raya yang berlobang hingga mati di tempat kejadian perkara [ TKP ].
Kemudian,
apa yang mesti kita petik pelajaran di balik peristiwa nyata ketika Khalifah
Umar bin Khattab menduduki kursi pemerintahan di eranya? Sanggupkah para
pemimpin di negeri ini meng – copy paste spirit khalifah berjuluk ‘singa
padang pasir’ itu mulai dari sosok presiden, gubernur, walikota, dan bupati
menangkap moral force, kekuatan moral sekaligus mengaktualisasikan, mempraktikkan,
dan mengaplikasikannya hari ini senyampang belum purna atau didepak dari kursi
politik sebagai pemimpin jutaan rakyat itu?
Sanggupkan
seorang ‘bupati’ di negeri ini menangis ndrenginging,
sesenggukan karena meratapi ada salah satu rakyatnya berkendara motor yang kejeglong di lobang menganga ketika hujan
deras di jalan raya yang tak pernah terurus dan ditambal aspal itu?
Sanggupkah
seorang ‘bupati’ untuk tidak memandang rendah rakyat yang terperosok di lobang
jalanan dibanding betapa bernilainya seekor keledai yang tergelincir ketika di
era Khalifah Umar bin Khattab?
Senyampang
masih bulan Syawal, utamanya buat para pemimpin di negeri ini yang digaji dan
diongkosi hidupnya oleh rakyat itu. Kemudian, belajarlah menangis ndrenginging demi hajat hidup rakyat banyak jika kau benar – benar seorang pemimpin. Dan, silakan saja jika
kelak kau tak ingin ditagih setiap hurup atas kepemimpinanmu.
Akhirnya, adakah hari ini para pemimpin di negeri ini yang sanggup meniru moralitas Sang Khalifah itu dan berani sekaligus bernyali bentur - benturkan endhas ke tembok pendopo ketika merasa salah urus bahkan sengaja disalah - salahkan dan tak becus mengelola hajat hidup jutaan rakyat mereka?
@roy enhaer
Akhirnya, adakah hari ini para pemimpin di negeri ini yang sanggup meniru moralitas Sang Khalifah itu dan berani sekaligus bernyali bentur - benturkan endhas ke tembok pendopo ketika merasa salah urus bahkan sengaja disalah - salahkan dan tak becus mengelola hajat hidup jutaan rakyat mereka?
@roy enhaer
Banyuwangi,
Syawal, Minggu, 31 Mei 2020.