Ketika Wabah Corona ‘Dikalahkan’ Virus Belanja
http://www.diplomasinews.net/2020/05/ketika-wabah-corona-dikalahkan-virus.html
©roy
enhaer
|
Terlebih
di Banyuwangi, meski kabupaten tersebut masuk kategori zona merah sebaran wabah
COVID-19, bahwa aksi dan interaksi sosial yang terjadi setiap pagi hingga malam
hari tidak menunjukkan kegelisahan dan kepanikan massal. Pusat – pusat perbelanjaan,
dan pasar – pasar tradisional tetap saja berjalan dan bertransaksi seperti
biasa. Di sepanjang jalan raya juga masih padat dan sarat dipenuhi para pengguna
jalan seperti jauh sebelum terjadi wabah Corona.
Sesunggunya
kegelisahan dan kepanikan massal tersebut terjadi karena soal melimpahnya
bantuan sosial yang terus mengalir mulai dari pintu pusat hingga daerah atas
warga yang terimbas pandemic
Coronavirus. Sebagian besar rakyat sangat ‘tanggap darurat’ dan sesekali
berbisik – bisik dengan tetangga, bahwa kapan mereka mendapatkan dana imbas
wabah Corona tersebut.
Kepanikan
warga sesungguhnya tidak pada dampak pandemic
Corona – nya tetapi lebih kepada merata atau tidak, dan mereka ‘kebagian’ atau tidak
atas beragam dana bantuan sosial yang terus menggelontor dan mengalir deras
itu.
Dan,
indicator bahwa sebagian besar warga ‘tidak
takut’ dan ‘tidak mundur’ sejengkal pun dengan wabah Corona adalah ketika bulan Ramadan sudah di depan pintu lebaran seperti
sekarang ini. Arus lalu lintas para pengguna jalan tetap saja padat dan mereka ‘ora
nggumun’ dengan ancaman COVID-19. Bahkan dengan sangat merdeka mereka bebas sebebas - bebasnya berkendara berkeliling 'munyer - munyer'.
Pusat
– pusat kerumunan dan keramaian tetap ramai dan meriah tak menyurut sedikit
pun. Di pasar subuh ramai, di pasar sore tumpah, di mall, di mini dan super market tetap saja meluber, dan di café –
café pun masih saja terdapat manusia – manusia kemendel yang kongkow dan
cangkrukan di meja remang – remang.
Jika
sikap bangsa di negeri ini memang sedemikian cuek
bebek – nya terhadap wabah
COVID – 19, kenapa diterbitkan maklumat yang hanya bersifat himbauan saja
kepada warga agar belajar, bekerja, dan bahkan beribadah di rumah saja? Kenapa
terbit himbauan agar warga beribadah di rumah? Kemudian pihak yang melarang itu berkata tidak bermaksud ‘melarang’
warga beribadah, tetapi yang 'dilarang'
adalah peristiwa nggerumbul dan
berkerumunnya warga di satu titik demi meng - cut penularan virus.
Faktanya,
ketika Ramadan sudah di ujung H dekat Lebaran, toh meski tidak dihimbau agar jangan berkerumun di tempat ibadah pun,
sekarang warga sudah ‘meninggalkan’ nya dan bergeser ‘beribadah’ di pusat –
pusat keramaian demi memenuhi nafsu shopping
dan ‘virus’ belanja mereka menyambut lebaran yang tinggal
menghitung hari itu.
Bukankah
akhirnya wabah Coronavirus itu kalah telak
oleh virus belanja demi konsumtifisme atau acara mbadhog pada lebaran?
©roy
enhaer
Banyuwangi,
Ramadan, Rabu, 20 Mei 2020.