‘Jumpritan’ Nguber Maling
http://www.diplomasinews.net/2020/05/jumpritan-dengan-maling.html
©roy enhaer |
ISU
maling dan uber – uberan masih saja terjadi di kampungku
hampir setiap malam hingga larut. Kusebut isu karena setiap ada orang mbengok maling, saat itu juga seluruh
warga sekampung yang tengah bersiaga itu berlarian mengepung kemudian menapalkudai
titik – tiik yang diduga ada sekelebat bayangan itu langsung dianggap sebagai
maling.
Ketika
ada isu salah satu rumah warga ‘dicukit’ daun pintunya saja, seluruh peronda
malam itu menyebutnya maling lalu diuber hingga ngos – ngosan nafasnya.
Ada orang asing seliweran di jalan –
jalan kampung selalu dicurigai sebagai maling karena ketika terpegang dan
diinterogasi warga hanya mbulet saja
jawabannya. Itu pun sudah disebut sebagai maling.
Dan,
ketika orang yang mbulet itu diseret dan
dicengkiwing ke balai kampung,
ternyata hanya ‘wong loro pikire’ atau orang gila yang sudah terlanjur benjut dan berdarah – darah wajahnya
karena dikepruki massa yang beringas.
Akhirnya,
pertanyaan goblog atau cengoh dan ndeso ku atas peristiwa uber
– uberan yang terjadi setiap malam bahkan
hingga subuh pagi buta itu harus dilayangkan ke siapa? Dan, ditujukan ke pihak
mana?
Pertanyaan
lagi. Hingga kapankah warga di kampungku itu harus jumpritan atau petak umpet memburu ‘maling’ yang hingga sekian
malam bersiaga tak pernah nyekel dan menangkap
basah kawanan maling yang memang sungguh – sungguh maling.
Lagi
– lagi pertanyaan lagi. Hingga batas waktu kapankah seluruh warga di kampung halamanku
itu pada setiap malam pasti berjaga menjaga pos kamling, bersiaga satu, ronda
keliling – keliling sambil membawa sepucuk pentungan
yang tak jelas focus dan sasaran tembaknya demi mengamankan lingkungan?
Benarkah
kini seluruh warga di kampungku itu sedang diresahkan, dikocak dan dikocok -
kocok psikologis mereka dengan ‘desain besar’ isu maling dan invisible hands atau tangan – tangan tak tampak yang ‘sengaja’ untuk menyatroni
kedamaian para penghuni rumah pada setiap malam itu? Maling beneran ataukah hanya maling – malingan
yang di – setting sabagai maling agar
warga yang berburu maling itu biar menuduh rame
– rame kemudian berteriak maling?
Bukankah
seluruh warga di kampungku kini sudah berbulan – bulan mengalami kepanikan dan traumatic
atas wabah Coronavirus itu belum reda,
justru ditambahi dengan isu nguber
maling yang belum pernah ‘seekor’ pun tertangkap hingga malam itu?
Pertanyaanku
masih berlanjut. Bukankah warga di kampungku itu telah memiliki ‘kepala pemerintah
kampung’ yang tugas utamanya ciptakan rasa aman, menjaga ketentramkan, menghadirkan
kesejukan, dan mengupayakan kedamaian seluas – luasnya terhadap lingkungan di kampungnya?
Kemudian,
untuk skala yang lebih luas bahwa siapa pun kau yang hari – hari ini ditugasi
memanggul amanat rakyat, baik itu kepala desa, ‘kepala’ bupati, ‘kepala’
walikota, ‘kepala’ gubernur, dan bahkan hingga ‘kepala’ presiden, agar mereka
bersegera dan sigap untuk memutus rantai sebaran isu virus MALING -19 yang kini
setiap malam benar – benar beraksi mengusik ketentraman dan kedamaian jutaan rakyat,
tersebut.
Dan,
jutaan rakyat di negeri ini hanya butuh aman tentram, damai, dan sejuk saja,
sehingga mereka bisa mengais nafkah untuk nyekolahkan
anak – anak yang tidak gratis itu, mbayar
rekening listrik, beli sembako, dan juga njagani
jika sewaktu – waktu anak – anak mereka diinfus terbaring di rumah sakit.
Dalam
konteks di atas, jutaan rakyat di negeri ini jangan ‘dibiarkan’ bersiaga satu
dan jumpritan, tolosan, atau delik - delikan
dengan maling yang hingga malam ini kita belum pernah nyengkiwing sepenggal maling pun yang benar – benar dan sungguh –
sungguh bahwa itu memang maling.
Aku
menyarankan kepada para pemangku jabatan di negeri ini agar jangan sampai
jutaan rakyat itu berucap seenak udel
mereka dengan ujaran, mosok wong namanya
negara kok bisa ‘kalah dan menyerah’ sama maling.
Masih
terus dan terus jumpritan dengan
malingkah kita malam ini dan hingga malam – malam selanjutnya?
©roy
enhaer
Banyuwangi,
Ramadan, Selasa, 05 Mei 2020.