‘Tak Takut’ Mati Terkapar, Tapi ‘Takut’ Lapar
http://www.diplomasinews.net/2020/04/tak-takut-mati-terkapar-tapi-takut-lapar.html
©roy enhaer |
TERNYATA hari – hari ini manusia seisi jagat itu
telah mengalami kepanikan yang amat dahsyat, dan ketidakpastian yang semakin
tidak bisa dipastikan kepastiannya dalam menghadang sebaran makhluk ‘halus’ bernama
Coronavirus. Sehingga kehirukpikukan manusia
di negara-negara seantero dunia tersebut seperti gabah diinteri atau diputar di mesin penggiling. Berjalan ngalor salah, dan
berlari ngidul juga salah.
Tak terkecuali, negeri Indonesia yang jutaan rakyatnya
terkenal tangguh dan memiliki kesaktian dalam menghadapi jenis musibah apa pun,
itu, ternyata dibuat kejet – kejet dan kelimpungan oleh teror
mematikan virus COVID-19. Faktanya, ratusan nyawa orang yang positif kemudian
meninggal dunia terjangkit virus Corona
di negeri ini dari menit ke menit terus bertambah saja angka-angkanya.
Sanggupkah para pengelola Negara di negeri ini berpacu melawan lajunya sebaran
virus itu?
Sesungguhnya pihak yang paling menderita kebingungan,
kepanikan dan ketidaksiapan atas pandemic
Coronavirus tersebut bukan rakyat yang jumlahnya ratusan juta, itu, tetapi justru
para pejabat public yang bertanggung jawab atas keselamatan jiwa raga rakyat
yang mereka rakyati. Bukankah hukum tertinggi sebuah negara adalah tentang keselamatan
jiwa rakyatnya?
Sesungguhnya kita tak usah ‘nggumun’ berlebihan atau
terheran-heran ketika para pamong pemerintahan di negeri besar ini bekerja ekstra
keras menyelamatkan keselamatan jiwa raga atas rakyatnya yang detik-detik ini
terancam nyawanya, dan terancam isi perut sekaligus kelangsungan hidupnya oleh
virus Corona, itu di mana pun mereka
berada.
Silakan digarisbawahi bahwa sejatinya watak dan
karakter bangsa ini sangat manut, sendiko dhawuh, atau patuh aturan atas apa pun yang dilarang oleh para
pejabat yang sukanya melarang – larang itu.
Jutaan rakyat negeri ini sesungguhnya manut – manut saja dengan telah diberlakukannya darurat kesehatan, lockdown, karantina dan apa pun namanya.
Kemudian jutaan rakyat diteriaki dengan maklumat, himbauan agar mereka tidak keluyuran dan berkerumun di tempat –
tempat umum yang dirasa tidak urgent seperti
kongkow, cangkruan, dan nggedabrus
demi memotong rantai sebaran COVID-19.
Tolong jangan sekali pun meremehkan ‘power bank’
rakyat di negeri ini agar tidak dituduh tidak mau patuh atas aturan yang berlaku
dalam konteks pandemic Coronavirus,
tersebut. Dalam situasi emergency
seperti sekarang ini, rakyat banyak yang jumlahnya ratusan juta itu sangat ‘tidak
butuh’ dan bahkan sangat abai dengan sederet ‘larangan’ yang ‘tak nyambung’
dengan model logika berpikir sederhana mereka.
Silakan sampean
untuk tidak percaya pada ratusan juta rakyat di negeri ini. Bahwa dalam kondisi
kedaruratan yang sangat darurat di tengah pusaran wabah COVID-19, itu, mereka
hanya berpikir satu titik saja. Hanya berpikir linier atau satu garis lurus saja.
Mereka hanya, hanya, dan hanya berpikir bahwa pada pagi ini, siang nanti, dan
sore harinya, ‘makanan’ apa yang bisa
mengganjal agar perut mereka tidak kemrucuk
sembari mendendangkan langgam keroncong
karena kelaparan.
Makanya, sekali lagi, agar cacing – cacing kremi di dalam lambung dan usus dua
belas jari mereka itu tidak berontak karena tak terisi menu empat sehat lima
sempurna, lantaran ada maklumat dilarang mengais nafkah di luar rumah tetapi
dianjurkan agar berkerja ‘#dirumahaja’ karena pasti ‘#amandirumah’.
Dan, kemudian pihak yang baru saja melarang –
larang itu sama sekali tidak bertanggung ’njawab’ atas kompensasi dan ‘kompen-nasi’
buat kebutuhan pokok mulut – mulut menganga selama terkerangkeng di dalam rumah
mereka.
Sekali lagi, mereka sesungguhnya selalu patuh
akan aturan main model apa pun dalam konteks pandemic Coronavirus, tersebut, asal mereka jangan pernah dijadikan
‘barang mainan’ oleh mereka yang beraksi nista di tengah pusaran bencana Corona.
Semoga tersemogakan agar tidak ada pihak-pihak
yang kemudian ‘nesu’ jika mereka akan berteriak lantang bahwa ‘tidak pernah takut’
mati terkapar, tapi hanya takut lapar.
©roy enhaer
Banyuwangi, Kamis, 09 April 2020