Lonceng – Lonceng ‘Kematian’


©roy enhaer
BARANGKALI termasuk aku dan bahkan bisa jadi sangat banyak orang yang tidak mengenali dan memahami dengan benar atau tepat apa sesungguhnya Coronavirus yang mewabah, mengguncang, mengoyak, dan merobek-robek kehidupan damai kampung halamanku yang bernama Indonesia, itu?

Dan, ketidakpahamanku soal ‘pembunuh’ siluman dari Smart Kampung Wuhan, itu justru semakin menjadi tidak pernah paham ketika banyak cangkem ndelewer atau mulut – mulut sok pintar hingga berbusa-busa itu, tiba – tiba berkomentar casciscus di medsos, nongol di layar TV, di warkop lesehan, dan di mana pun mereka berada. Mereka itu ‘gayane’ layaknya pakar atau ahli kevirusan dan ke-Corona-an.

Kemudian ketika pintu, jendela dan seisi rumahku disemprot emulsi ‘Bayclean’ hingga basah kuyup, sembari iseng kutanya pada relawan yang tengah sarat memanggul handsprayer di punggungnya itu dan dijawab dengan kalimat yang juga bingung, ya kirangan lah atau ‘tidak tahu’ sesungguhnya berapa ekor virus yang mati tersemprot sejak pagi itu.

Aku lebih bingung, ketika dia menjawab lagi bahwa, lha wong yang disemprot itu benda yang ‘ora ketok’ alias tak tampak mata, kok ya sampeyan tanyakan juga.

Akhirnya, saya putuskan dengan berkata ya sudah lah, jika tidak sanggup memberi kepastian jawaban riil atas berapa jumlah ekor virus COVID-19 yang mati karena disemprot disinfektan itu. Dan, aku selalu bersemoga agar semua itu tidak sekadar seremonialitas adanya.

Dan, kebingunganku yang lain adalah ketika mendengar dan membaca maklumat agar setiap individu untuk social distancing yang telah ‘bertabrakan’ dengan cultural distancing itu. Dan, juga dilarang keluar rumah jika memang urusannya tidak teramat penting.

Di tengah kebingungan dan sekaligus kepusinganku itu, tiba – tiba kepingin belajar memperbandingkan soal aturan lockdown atau daerah yang dikunci sementara agar siapa pun sangat dilarang agar tidak keluyuran atau keluar tanpa kepentingan mendesak. Kemudian logika nakalku tersembul juga bahwa memang sangat ‘no problem’ secara finansial jika yang dilarang keluar rumah itu manusia dengan status sosial sebagai pejabat public atau aparatur negara yang bergaji bulanan.

Tapi apa yang terjadi sesungguhnya jika seorang makhluk hidup yang tidak bergaji tapi survivalitas hidupnya hanya sangat mengandalkan mengais rejeki harian? Jelasnya, hasil mengais hari ini ‘hanya cukup’ untuk survive atau hidup hari ini bersama keluarganya. Dan, untuk menyambung dan memanjangkan nafas hari esok, pasti mencari duit hari esok itu juga.

Sekali lagi, dan jangan terburu marah – marah dulu. Tetapi jika yang terjaring lockdown itu jenis makhluk hidup sebangsa pejabat public, aku sangat yakin seyakin-yakinnya akan tak mengimbas dan tak ngefek terhadap dirinya meski di – lockdown bahkan di – smackdown sekali pun, masih saja bisa bertahan hidup hingga kurun waktu bertahun-tahun. Masih bisa ngguyangguyu.

Pasalnya, jenis makhluk seperti itu bisa ‘dipastikan’ masih memiliki saldo di anjungan ATM – nya dari hasil ‘penyimpangan’ dengan ‘mengiris’ sana, potong sini, ngemplang di sana, dan ngentit di sini atas beragam ‘proyek rakyat’ beranggaran besar sebelum Coronavirus itu mewabah, menerabas, dan menggilas di negeri ini.

Kemudian, apa yang terjadi dengan makhluk-makhluk jenis daily atau harian dalam mengais rejekinya, itu? Padahal, hampir setiap pagi, jenis manusia yang seperti ini kini sudah ‘menggruduk’  pintu kantor desa bahkan hingga kulo nuwun di kediaman salah satu kepala desa. Intinya mereka sambat dan curhat soal kompensasi dan kompen-nasi karena terdepak dari pekerjaan tetapnya yang kini tergilas wabah Coronavirus, itu.  

Aku semakin bisa belajar lagi soal seputar Coronavirus yang kini mewabah di negeri ini. Rasakan bahwa kini virus ‘killer’ dari negeri Tiongkok tersebut tengah membawa ‘lonceng kematian’ sembari mengintai siapa saja yang saatnya harus terpapar dan terkapar kemudian dijemput ajal.

Akhirnya, siapakah sesungguhnya manusia-manusia di negeri ini yang gerbang rumahnya akan ditandangi, dan didatangi door to door oleh para pembawa ‘lonceng kematian’ itu? Manusia yang jenis ini ataukah yang jenis itu?

©roy enhaer
Banyuwangi, Jumat Legi, 10 April 2020.

Related

Cover Story 5103812945360666185

Follow Us

Postingan Populer

Connect Us

DIPLOMASINEWS.NET
Alamat Redaksi : Perumahan Puri Jasmine No. 07, Jajag, Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur
E-mail : redaksi.diplomasi@gmail.com
item