Ketika Pandemi ‘Memutus’ Urat Nadi Ekonomi


Dede Farhan Aulawi
DIPLOMASINEWS.NET_JAKARTA_Hingga saat ini tampaknya belum ada indikasi bahwa wabah virus Corona bisa teratasi, baik di dunia maupun di Indonesia. Bahkan, tren statistik menunjukan sebaliknya, yaitu ada peningkatan signifikan, baik untuk yang dinyatakan positif maupun korban meninggal dunia.

Dalam konteks ini, DIPLOMASINEWS.NET, telah ‘menodong’ pemerhati ekonomi, Dede Farhan Aulawi, di Jakarta, Kamis, 09 April 2020, untuk membedah pandemic virus Corona dalam bingkai ekonomi.

Menurut Dede, kebijakan physical distancing atau Pembatasan Sosial Berskala Besar [ PSBB ] pasti bermaksud baik, yakni untuk mencegah meluasnya penyebaran wabah virus Corona. Namun, ketika ditilik dari sisi ekonomi tentu berimbas pada mandeknya denyut nadi ekonomi.

Lanjutnya, adalah sebuah fakta bahwa orang tidak bisa leluasa untuk bekerja atau beraktivitas, sehingga praktis gairah ekonomi melemah. Bahkan tidak sedikit perusahaan yang mengambil kebijakan untuk merumahkan karyawan ataupun melakukan pemutusan hubungan kerja [ PHK ].

Lebih jauh Dede menambahkan, bahwa persoalan di atas tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi juga terjadi di banyak negara. Urat nadi perekonomian yang terpaksa harus diputus tersebut, secara otomatis memutus income yang akhirnya menyebabkan tekanan darah ‘purchasing power’ drop secara signifikan.

“Nyawa ekonomi dalam taruhan. Kemudian pertanyaannya adalah apakah kita hanya akan menjadi ‘korban’  keadaan atau sebaliknya?” tanya Dede ketika diwawancarai DIPLOMASINEWS.NET, Kamis, 09 April 2020.

Ucapnya lagi, sikap proaktif tentu merupakan sikap paling bijaksana dalam menyikapi situasi ekonomi yang VUCA plus turbulen ini. Membangun ketangguhan melalui ikhtiar yang didasari dari pemahaman modern bukan reaksi primitive. Itu kata DR. Muhammad Edhie Purnawan, pakar ekonomi dari UGM dalam sebuah acara Neuroleadership Forum di Jakarta. Dan, acara tersebut dipandu oleh Roy T. Amboro. MBA, praktisi NeuroLeadership yang membedah pengambilan keputusan ekonomi berbasis kinerja otak sehat.

Masih lanjut Dede, bahwa kerusakan ekonomi yang disebabkan oleh Covid-19 sungguh sangat dahsyat, di mana lebih dari Rp. 400 trilyun diacadangkan untuk stimulus ekonomi dengan fokus pada kesehatan, sosial, pajak, dan keuangan.

Penetapan kebijakan dan stimulus yang digulirkan oleh Pemerintah, kata Dede, dinilai sudah bergerak ke arah yang benar. Pengambil kebijakan dituntut lentur, agile dan fast learner dalam memutuskan. Perlu gerakan kolaborasi yang menuntut action segera extramile dari seluruh komponen masyarakat.

“Kita harus menyinergikan dan mengharmonisasikan seluruh sumber daya untuk bersatu pada penyediaan logistik dan sarana pendukung untuk menghentikan penyebaran, menurunkan kematian dan meningkatkan kesembuhan,” jelentreh Dede.

Masih tuturnya, jadikan social atau physical distancing sebagai ‘fanatic discipline’ saat ini agar tidak memperlama infeksi COVID19 terhadap ekonomi. Semua lapisan masyarakat diharapkan bisa mematuhinya untuk kepentingan bersama agar wabah ini tidak terus menambah infeksi ‘penyakit’ ekonomi yang semakin parah.

Untuk implementasi berbagai kebijakan dan perpu, lanjutnya, maka semua leader harus meningkatkan kapasitas kematangan emosi, karena keputusan emosional hanya akan memperburuk bencana dalam siatuasi yang serba sulit ini.

Paparan pungkasnya, bahwa oleh karenanya dipandang perlu untuk mengadopsi pendekatan kinerja otak sehat untuk memperkuat kecerdasan emosi dan kemampuan inovasi dalam melihat fakta dan skenario terburuk.

“Kita mesti memakai lensa yang lebih konstruktif untuk membangkitkan semangat juang dengan tatapan penuh optimis “, pungkas Dede, saat di ujung wawancaranya bersama DIPLOMASINEWS.NET, Kamis, 09 April 2020.

Onliner    : oma prilly
Editor       : roy enhaer

Related

Cover Story 580332735039783608

Follow Us

Postingan Populer

Connect Us

DIPLOMASINEWS.NET
Alamat Redaksi : Perumahan Puri Jasmine No. 07, Jajag, Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur
E-mail : redaksi.diplomasi@gmail.com
item