‘Belajar’ di Balik Haus dan Lapar

Roy Enhaer
PUASA yang saya ibadahi di bulan Ramadan ini masih merambat di hari ke enam. Puasa yang secara fisikal menahan haus dan lapar sejak peluit  imsyak hingga bedhug magrib itu benar – benar membutuhkan ‘pertahanan’ fisik yang ekstra agar mampu melaju hingga menyentuh garis finish. Kemudian berhasil jejakkan kaki di garis putih dengan se - clegukan air putih di gelas.

Secara personal, sejak ‘di dalam kandungan’ hingga Ramadan hari ini, saya ber – Alhamdulillah masih terus diberi ke – power – an lahir dan batin oleh – Nya untuk tidak pernah ‘medot’ atau gembos di tengah berpuasa.

Jika ibadah puasa itu dihitung durasi waktunya, kurang lebih hanya selama 14 jam harus menahan haus dan lapar. Dan, tidak hanya itu, makanan dan minuman yang halal pun ketika berpuasa statusnya menjadi haram jika disantapnya.

Apakah ketika saya puasa itu tidak merasa haus, lapar dan lemeslemes badan? Lha wong namanya puasa ya jelas haus, lapar dan lemas. Kalau puasa tidak merasakan perasaan semua itu, berarti sama dengan ‘gagal’ puasa saya. Bukankah perasaan – perasaan ketika menunaikan puasa itu justru pelajaran yang paling inti di balik ibadah puasa itu sendiri?

Puasa bagi saya adalah metode pembelajaran untuk mengajari seluruh panca indera agar berfungsi sesuai kefungsiannya.

Puasa juga berfungsi sebagai footbrake atau pedal rem agar mulut saya tidak nyinyir menggunjing, menghujat, dan mencela sesama sauadara sendiri. Puasa juga mengendalikan tangan saya agar tidak berlaku kleptomania atau hoby maling duit rakyat yang seharusnya hak rakyat itu.

Puasa juga memberi rambu – rambu agar kedua kaki saya tidak seenaknya mlokamlaku pelesir ke luar negeri dengan menggunakan sangu duit rakyat. Puasa juga sabagai sarana melarang agar telinga saya lebih mendengarkan aspirasi rakyat katimbang mendengarkan suara kelompok, suara partai dan suara – suara yang seharusnya tidak boleh didengarkan.

Puasa pun sebagai pembelajaran agar kedua bola mata saya tidak melirik proyek – proyek besar yang didanai uang rakyat yang ujung – ujungnya menjadi makelar dan sindikat kemudian berkolaborasi dengan penguasa.

Dan, akhirnya puasa juga memberi pelajaran kepada sepotong lidah saya agar tidak sering menjadi penjilat pantat pejabat agar bisa cepat memanjat pangkat.

Sekali lagi, ibadah puasa sesungguhnya memberi pelajaran yang indah agar manusia – manusia sejenis saya ini lebih berkualitas. 

Dan, hingga hari ini belum pernah ada berita viral breaking news tentang korban tewas gegara kaliren atau kelaparan ketika menjalankan ibadah puasa ramadan. 

Hingga hari ke enam puasa Ramadan kali, ini, saya masih terus belajar dan belajar terus apa yang tersembunyi di balik haus dan lapar, itu.

©roy enhaer
Banyuwangi, Ramadan, Rabu, 29 April 2020.

Related

Cover Story 5359607357999586612

Follow Us

Postingan Populer

Connect Us

DIPLOMASINEWS.NET
Alamat Redaksi : Perumahan Puri Jasmine No. 07, Jajag, Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur
E-mail : redaksi.diplomasi@gmail.com
item