Pasar ‘Wit – Witan’, Dikonsep Layaknya Zaman Kerajaan


WAJAH PASAR ‘WIT – WITAN’ : Wisata kuliner yang dikemas menjadi Pasar ‘Wit – Witan’ itu berada di Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi, Jawa Timur. [ image : tri budi prastyo ]
DIPLOMASINEWS.NET_ALASMALANG_BANYUWANGI_Ternyata, pemerintah Kabupaten Banyuwangi memang ‘akeh akale’, penuh kreativitas dan rekreatif dalam menciptakan apa saja di wilayahnya. Dan, salah satu produk kreativitas tersebut adalah lahirnya destinasi wisata kuliner yang dikemas dalam bentuk nyata, yakni, Banyuwangi Traditional Market atau Pasar WitWitan.

Disebut pasar WitWitan, karena lokasi pasar tersebut benar – benar berada tepat di bawah ‘wit’ atau pepohonan yang rimbun dan asri. Ketika pasar itu digelar setiap hari Minggu, pengunjung pun membeludak dan berjejal memenuhi area pasar di bawah pepohonan itu.

Pasar yang berlokasi di Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi, Jawa Timur, itu, sesungguhnya hanya menawarkan ragam jenis jajanan tradisional kepada ratusan pengunjung yang dijajakan di atas meja – meja lapak dengan desain rumah gubug dari bambu.

HANYA SEPULUH RIBU RUPIAH : Ketua pokdarwis Pasar ‘Wit – Witan’, Akbar, mengatakan bahwa setiap pemilik lapak hanya dipungut sepuluh ribu rupiah saja. [ image : tri budi prastyo ]
Ketika mata kamera DIPLOMASINEWS.NET, memotretnya, ternyata jenis jajanan yang dijajakan di Pasar Wit - Witan itu seperti, sumping, lupis, cenil, klepon, lanun, onde – onde, kue lapis, dan jenis – jenis kue olahan tradisional lainnya.

Sementara itu, ketua kelompok sadar wisata [ Pokdarwis ] Pasar WitWitan, Akbar, saat ditemui DIPLOMASINEWS.NET, di sela – sela ratusan pengunjung, mengatakan bahwa awal mula disebut Witwitan karena memang lokasinya berada tepat di bawah keasrian dan sejuknya pepohonan yang rimbun.

Lanjut Akbar, awalnya pasar itu memang digagas dengan konsep wajah pasar tempo dulu. Desain bangunan lapak – lapaknya pun dicitrakan seperti layaknya pasar pada zaman kerajaan masa lampau yang atapnya terbuat dari welit, dan tiang – tiangnya dari bahan bambu.

Masih menurutnya, pihaknya berharap agar pasar WitWitan tersebut menjadi pilihan alternative bagi para pengunjung dengan suguhan yang berbeda dari pasar – pasar lainnya. 

PUTARAN UANG DI PASAR ‘WIT – WITAN’ : Salah satu pemilik lapak di pasar Wit – Witan mengatakan bahwa dengan menjajakan kue – kue tradisonal itu bisa menambah ‘income’ keluarga. [ image : tri budi prastyo ]
“Pasar ini dibuka sejak pagi setiap Minggu hingga pukul 11 siang. Saya berharap para pengunjung merasa kerasan, dan kemudian kembali lagi berkunjung di pasar Wit – Witan, lagi,” harap Akbar, ketika ditemui DIPLOMASINEWS.NET, di depan lapak, Minggu, 01 Maret 2020.

Ketika disinggung soal berapa para penjaja kue tradisional itu harus membayar restribusi? Dirinya dengan jujur menjawab bahwa pihaknya hanya memungut Rp. 10 ribu setiap pemilik lapak. Akunya lagi, hingga hari ini, jumlah lapak yang menjajakan kuliner tradisional tersebut berkisar 60 lapak.

Lanjutnya, pasar tersebut digelar hanya pada hari Minggu saja, dan dengan kalimat lain menjadi empat kali gelaran dalam sebulan.

“Dana restribusi itu semata – mata hanya buat perawatan pasar saja. Bukan untuk apa – apa selain itu,” aku Akbar ketika menjawab pertanyaan DIPLOMASINEWS.NET.

‘KETIBAN’ DANA : Kepala Desa Alasmalang, Surigo, berucp bahwa untuk ‘menciptakan’ pasar Wit – Witan itu, pihak desa ‘didapuk’ sebagai penyokong dana. [ image : tri budi prastyo ]
Di tempat terpisah, salah satu pemilik lapak, Luluk, 35 tahun, mengatakan bahwa dengan adanya pasar WitWitan tersebut benar – benar merasa diuntungkan secara ekonomis. Dirinya, yang setiap hari hanya bekerja di sawah itu, kini telah memiliki aktivitas lain yang dapat mengahasilkan uang.  

Alhamdulillah, saya bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari dodolan di pasar ini,” ucap wanita yang manjajakan kue – kue tradisional itu ketika ditemui DIPLOMASINEWS.NET, sembari duduk di atas lincak lapaknya, Minggu, 01 Maret 2020.

Lanjutnya, dirinya membuka lapak mulai pagi hingga siang dengan jajajan tradisionalnya itu, bisa meraup keuntungan hingga kisaran Rp. 700 ribu.

Di tempat terpisah, Kepala Desa Alasmalang, Surigo, ketika ditemui DIPLOMASINEWS.NET, di rumahnya, berucap bahwa penggagas lahirnya pasar WitWitan di desanya itu, bermula dari ide camat Singojuruh. Masih ucapnya, meski pihak kecamatan sebagai penggagas awal hingga pasar itu berdiri, tetapi yang ‘ketiban’ finansialnya adalah pemerintahan desa.

Masih ucap orang nomor satu di desa Alasmalang, itu, bahwa setiap bangunan lapak meski dari bahan sederhana, tetapi pihaknya telah menggelontor dana sebesar Rp. 1, 250. 000, setiap lapak. Sesuai catatan, ucapnya, bahwa di dalam Pasar WitWitan tersebut sedikitnya terdapat 63 lapak yang telah terbangun.

“Ya, silakan kalkulasi sendiri dan berapa dana yang harus tergelontorkan dari desa,” ucapnya sembari senyamsenyum, ketika menjawab DIPLOMASINEWS.NET, di ruang tamu rumahnya, Minggu, 01 Maret 2020.

Kalimat pungkasnya, kepala desa tersebut mengatakan bahwa dana untuk menciptakan Pasar WitWitan tersebut, ‘diciduk’ atau dianggarkan dari alokasi dana desa atau ADD di desanya.

“Doakan, semoga kebaradaan Pasar Wit – Witan di desa ini bisa semakin tumbuh dan berkembang,” pungkas orang ‘number one’ di desa itu saat memungkasi wawancaranya bersama DIPLOMASINEWS.NET.

Onliner     : tri budi prastyo
Editor        : roy enhaer
Publisher  : oma prilly   

Related

Cover Story 1367367014813432468

Follow Us

Postingan Populer

Connect Us

DIPLOMASINEWS.NET
Alamat Redaksi : Perumahan Puri Jasmine No. 07, Jajag, Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur
E-mail : redaksi.diplomasi@gmail.com
item