Mengganjakan Rakyat dan Merakyatkan Ganja

@roy enhaer
BAGI logika orang awam dan wong ndeso seperti saya, ketika tanaman ganja dijadikan komoditas ‘unggulan’ di negeri yang religiusitasnya tinggi, kemudian dilegalkan statusnya untuk dibudidayakan, dan boleh di – agrobiz – kan keberadaanya, itu adalah indikasi cara berpikir manusia menclek, dan  ndeleming alias mengigau.

Meski itu masih sebatas wacana, celakanya, gagasan legalisasi perganjaan itu justru muncul dari kedalaman gedung parlemen dan dinarasikan oleh mulut wakil rakyat yang terhormat. Celakanya lagi, hal itu terucap dari lobang cangkem oknum salah satu partai politik bergaris dan berideologi agamis.

Jujur saja, tentu cara berpikir saya sangat ndeso dan goblog atas tidak dilarangnya bahwa tanaman ganja tersebut boleh ditanam seperti layaknya menanam singkong dan jagung di ladang. Dan, tabung otak manusia pinggiran seperti saya itu pasti tidak secerdas, secerdik, dan secanggih para wakil rakyat yang kaya akan gagasan cemerlang. Bukankah mereka itu ditugasi dan diamanati oleh rakyat untuk mewakili  ratusan juta rakyat di gedung parlemen di sana itu?

Apakah sesungguhnya yang dimaui dan diuber oleh oknum wakil rakyat itu hingga memiliki keberanian untuk melontarkan ide ekstrim dengan mempersilakan menyemai dan bercocok tanam atas ‘pohon surga’ itu?

Adakah yang berani menggaransi bahwa tanaman perdu berdaun memabukkan itu hanya untuk keperluan medis belaka? Bagaimana cara pengawasannya agar tidak disalahgunakan penggunaannya? Sampeyan boleh saja memperbandingkan di negara – negara lain yang telah berani melegalkan tanaman ganja itu untuk dijadikan komoditas unggulan. Tetapi, bisakah bibit tanaman ganja itu ‘dipaksakan’ menjadi perkebunan nasional di negeri yang kohesifitas religiusitasnya sangat kental dan telah membumi itu?

Sudah tak berfungsikah seluruh panca idera para oknum wakil rakyat di gedung milik rakyat di sana itu? Masih  mendengarkah gendang telinganya? Dan, masih bisa melekkah ‘matane’ demi melihat bahwa tumbang, gugur, dan tewasnya ribuan tunas bangsa dan generasi muda dengan meregang nyawa sia – sia itu karena telah ‘bersahabat’ dan mengonsumsi  ‘daun firdaus’  yang disebut ganja dan sejenisnya, itu?

Tak ada ‘kerjaan’ lain yang lebih indah dan bermoralkah para oknum ‘wakil rakyat’ itu dari pada sekadar mencari sensasi murahan dan viralisasi picisan di depan ratusan juta wajah rakyat yang lugu, manut, nerimo apa adanya, itu? Kenapa mereka – para oknum legeslatif – tersebut begitu teganya mencabik – cabik kedamaian dan jalinan kemesraan yang telah terbangun selama ini? Bahkan hal itu bisa mencincang – cincang pluralitas dan merapuhkan kebhinekaan di negeri ini.

Sudah dipikir dengan akal sehat, nalar waras dan hati jernihkah para oknum wakil rakyat itu soal plus – minus, kemanfaatan dan kemudaratannya atas legalisasi ‘dibolehkannya’ bercocok tanam varietas hibrida ‘polowijo’ ganja tersebut? Benarkah bahwa mereka itu tengah dengan sadar menciptakan motto : ‘mengganjakan rakyat dan merakyatkan ganja?’

Jujur, saya semakin cemas atas wacana legalisasi tanaman ganja yang digagas oleh orang – orang cerdas di sana itu. Pasalnya, siapa tahu jangan – jangan ihwal itu akan mengilhami dan mengispirasi banyak orang kemudian beraksi dengan dalih program penghijauan menanam ‘pohon surgawi’ itu di pinggir jalan, di ruang terbuka hijau,  di tempat – tempat wisata, juga ditanam dengan metode hidroponik bagi mereka yang lahannya sempit seperti di perkotaan. Karena, bangsa kita ini masih bermental latah dan suka meniru atas keteladanan orang – orang yang terhormat di atas sana itu. Atau lebih celaka lagi, bisa jadi jika ‘barang’ itu dilegalkan keberadaannya, pasti semua akan ramerame menanamnya di halaman depan di depan gedung ‘wakil rakyat’, itu.    

‘Yang mulia’ para oknum wakil rakyat, sekali lagi, stop dan hentikanlah gagasan tak bertanggung jawab, itu. Narasi yang tak bergaransi itu sebelum jutaan tunas –  tunas muda, embrio, janin tak berdosa, dan cikal bakal manusia Indonesia itu nyungsep, tewas, njekangkang, modar, dan berakhir mampus sia – sia tanpa makna. Karena tersesat di belantara ganja, tergelincir di kedalaman ngarai tanpa matahari pagi. Bergelayut sepi sendiri, merambat, merangkak perlahan sejari dua jari menuju ujung mati.

@roy enhaer/editor/diplomasinews.net
Tuesday, February 04, 2020

Related

Cover Story 7507827948702741076

Follow Us

Postingan Populer

Connect Us

DIPLOMASINEWS.NET
Alamat Redaksi : Perumahan Puri Jasmine No. 07, Jajag, Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur
E-mail : redaksi.diplomasi@gmail.com
item