Mengganjakan Rakyat dan Merakyatkan Ganja
http://www.diplomasinews.net/2020/02/mengganjakan-rakyat-dan-merakyatkan.html
@roy enhaer |
Meski itu masih sebatas wacana, celakanya, gagasan
legalisasi perganjaan itu justru muncul dari kedalaman gedung parlemen dan dinarasikan
oleh mulut wakil rakyat yang terhormat. Celakanya lagi, hal itu terucap dari
lobang cangkem oknum salah satu partai
politik bergaris dan berideologi agamis.
Jujur saja, tentu cara berpikir saya sangat ndeso dan goblog atas tidak
dilarangnya bahwa tanaman ganja tersebut boleh ditanam seperti layaknya menanam
singkong dan jagung di ladang. Dan, tabung otak manusia pinggiran seperti saya itu pasti tidak secerdas, secerdik, dan
secanggih para wakil rakyat yang kaya akan gagasan cemerlang. Bukankah mereka
itu ditugasi dan diamanati oleh rakyat untuk mewakili ratusan juta rakyat di gedung parlemen di
sana itu?
Apakah sesungguhnya yang dimaui dan diuber oleh
oknum wakil rakyat itu hingga memiliki keberanian untuk melontarkan ide ekstrim
dengan mempersilakan menyemai dan bercocok tanam atas ‘pohon surga’ itu?
Adakah yang berani menggaransi bahwa tanaman perdu
berdaun memabukkan itu hanya untuk keperluan medis belaka? Bagaimana cara
pengawasannya agar tidak disalahgunakan penggunaannya? Sampeyan boleh saja memperbandingkan di negara – negara lain yang telah
berani melegalkan tanaman ganja itu untuk dijadikan komoditas unggulan. Tetapi,
bisakah bibit tanaman ganja itu ‘dipaksakan’ menjadi perkebunan nasional di
negeri yang kohesifitas religiusitasnya sangat kental dan telah membumi itu?
Sudah tak berfungsikah seluruh panca idera para
oknum wakil rakyat di gedung milik rakyat di sana itu? Masih mendengarkah gendang telinganya? Dan, masih
bisa melekkah ‘matane’ demi melihat bahwa tumbang, gugur, dan tewasnya ribuan
tunas bangsa dan generasi muda dengan meregang nyawa sia – sia itu karena telah
‘bersahabat’ dan mengonsumsi ‘daun
firdaus’ yang disebut ganja dan
sejenisnya, itu?
Tak ada ‘kerjaan’ lain yang lebih indah dan
bermoralkah para oknum ‘wakil rakyat’ itu dari pada sekadar mencari sensasi
murahan dan viralisasi picisan di depan ratusan juta wajah rakyat yang lugu,
manut, nerimo apa adanya, itu? Kenapa
mereka – para oknum legeslatif – tersebut begitu teganya mencabik – cabik
kedamaian dan jalinan kemesraan yang telah terbangun selama ini? Bahkan hal itu
bisa mencincang – cincang pluralitas dan merapuhkan kebhinekaan di negeri ini.
Sudah dipikir dengan akal sehat, nalar waras dan
hati jernihkah para oknum wakil rakyat itu soal plus – minus, kemanfaatan dan
kemudaratannya atas legalisasi ‘dibolehkannya’ bercocok tanam varietas hibrida ‘polowijo’
ganja tersebut? Benarkah bahwa mereka itu tengah dengan sadar menciptakan motto : ‘mengganjakan rakyat dan
merakyatkan ganja?’
Jujur, saya semakin cemas atas wacana legalisasi
tanaman ganja yang digagas oleh orang – orang cerdas di sana itu. Pasalnya,
siapa tahu jangan – jangan ihwal itu akan mengilhami dan mengispirasi banyak
orang kemudian beraksi dengan dalih program penghijauan menanam ‘pohon surgawi’
itu di pinggir jalan, di ruang terbuka hijau,
di tempat – tempat wisata, juga ditanam dengan metode hidroponik bagi mereka yang lahannya
sempit seperti di perkotaan. Karena, bangsa kita ini masih bermental latah dan
suka meniru atas keteladanan orang – orang yang terhormat di atas sana itu.
Atau lebih celaka lagi, bisa jadi jika ‘barang’ itu dilegalkan keberadaannya, pasti
semua akan rame – rame menanamnya di halaman depan di
depan gedung ‘wakil rakyat’, itu.
‘Yang mulia’ para oknum wakil rakyat, sekali
lagi, stop dan hentikanlah gagasan
tak bertanggung jawab, itu. Narasi yang tak bergaransi itu sebelum jutaan tunas
– tunas muda, embrio, janin tak berdosa,
dan cikal bakal manusia Indonesia itu nyungsep,
tewas, njekangkang, modar, dan berakhir mampus sia – sia tanpa
makna. Karena tersesat di belantara ganja, tergelincir di kedalaman ngarai tanpa
matahari pagi. Bergelayut sepi sendiri, merambat, merangkak perlahan sejari dua
jari menuju ujung mati.
@roy enhaer/editor/diplomasinews.net
Tuesday, February 04, 2020