Menakar Harga ‘Kursi Bupati’ di Pilkada Banyuwangi

@roy enhaer

BEBERAPA jenak bulan lagi, pesta demokrasi pemilihan kepala daerah – pilkada – digelar serentak secara nasional yang teragendakan pada 23 September 2020. Includes, termasuk di antaranya kabupaten paling timur Pulau Jawa, Banyuwangi, itu juga menghelat coblosan pilbub tahun ini.

Keruan saja, suhu atmosfir langit Banyuwangi derajat celsiusnya menjadi hangat – hangat ‘tahi ayam’ dan suam – suam kuku. Pasalnya, banyak ayam jago dan pitik babon kandidat bupati yang hari – hari ini mulai berkokok sembari memperlihatkan dan menyombongkan ketajaman taji – tajinya demi bertarung hidup – mati di gelanggang pilbub nanti.

Siapa sajakah sosok para ‘ayam pejantan’ atau kandidat pilbub yang nanti akan serius berlaga di atas ring pada saat D – day? Siapakah ayam petarung yang hari ini sudah ready mempersiapkan nyalinya? Adakah sosok yang hanya sekadar ayam sayur sebagai penggembira pilkada saja? Dan, jangan lupa, siapakah sesungguhnya yang berposisi dan dipersiapkan sebagai bebotoh di balik pesta demokrasi pilbub di Banyuwangi, nanti?

Maaf sejuta maaf, saya tidak sedang meneropong pesta demokrasi pilbub di Banyuwangi dengan teori dan perspektif politik praktis seperti kebanyakan para pakar itu, tetapi saya lebih memilih bahwa pesta demokrasi di tingkat apa dan apa pun namanya, pasti tak pernah steril dengan aroma perjudian.

Tak hanya itu, pesta demokrasi di negeri Pancasila ini sangat membutuhkan ‘jer basuki mawa bea’ alias ongkos demokrasi berbiaya tinggi atau high cost. Jika tidak, seorang kandidat harus siap menjadi pecundang dan terjerembab di pojok gelanggang.

Sekadar catatan kaki, bahwa sejumlah kandidat yang berlaga pada pilkada di Banyuwangi, nanti, bisa dipastikan new comers atau wajah – wajah baru. Pasalnya, bupati petahana yang telah memimpin dua episode tersebut tidak diizinkan oleh aturan main untuk ‘lungguh’ tiga kali di kursi kebupatian.    

Saya yakin, andai bupati petahana itu dibolehkan undang – undang untuk memimpin kali ketiga, pasti ikut kontestasi lagi dan bersegera mengurus persyaratan ‘tetek bengek’ nya dengan membawa surat pengantar dari RT, RW lebih dulu.

Lantas siapa ‘jago – jago’ pilkada di Banyuwangi yang akan berjibaku pada pilkada nanti? Jika orang cengoh dan tidak pernah ‘makan’ sekolahan seperti saya ini dan jika boleh mengandai – andai siapa sosok yang patut dan pantas lungguh di kursi bupati menjadi orang nomor satu di Banyuwangi, saya akan jawab, sosok incumbent lah yang pasti pas.

Pertanyaannya, tak adakah sosok yang lebih smart, mumpuni, cerdik, inovatif, futuristic, visioner, dan kreatifitasnya menyamai incumbent dalam memimpin kabupaten ini selama dua era tersebut? Mosok – lah dari sekian juta penduduk Banyuwangi tak satu pun yang sanggup mengelola kabupaten ini selain yang ‘satu itu’ dan hanya ‘itu – itu’ saja satu – satunya yang mampu?  

Terlepas siapa akhirnya pada coblosan pilkada Banyuwangi nanti yang berhasil meraih suara terbanyak, pasti akan melewati proses demokrasi berbiaya tinggi. Pasalnya, nilai – nilai demokrasi di negeri demokratis ini sangat ‘ditentukan’ oleh aksi – aksi transaksi serba materi.

Salah satu faktor yang paling telanjang dan nyata dalam praktik – praktik di masyarakat adalah soal pola pikir dan mentalitas warga calon pemilih yang hari – hari ini sudah benar – benar sangat komersial ketika menjelang coblosan apa pun di negeri ini. 

Dan, pertanyaan krusialnya terhadap kandidat adalah, jika mentalitas warga pemilih sudah terbangun menjadi serba materi tersebut, kemudian ketika telinga para kandidat itu mendengar kalimat pendek dari calon pemilih : NPWP alias Nomor Piro dan Wani Piro? Atau APBD, Aku gelem Pilih  kowe tapi Berapa Duitmu?

Bukankah ujaran singkat itu telah menampar wajah dan mengoyak nurani demokrasi? Dan, menempeleng metode ilmiah jajak pendapat yang selama ini diyakini keilmiahannya. Pertanyaannya, siapa sesungguhnya yang menciptakan tradisi transaksional ketika menjelang pesta demokrasi apa pun di negeri demokratis ini?

Siapakah sesunggunya yang mengawali dan mentradisikan money politik, politik uang, yang kini sudah semakin mendarah daging ini? Rakyat atau calon pejabatkah yang mesti menanggung ‘dosa demokrasi’ di negeri Pancasila, ini?

Sekali lagi, jika nafsu birahi politik para kandidat untuk duduk di kursi orang nomor satu di kabupaten ini, siapkan saja pundi – pundi materi dan uang receh sebanyak – banyaknya demi daftar pemilih tetap [ DPT ] yang akan nyoblos ke dalam bilik TPS pada pesta pilbub nanti. Atur juga strategi dan siasat seperti apa agar berhasil melancarkan serangan subuh menjelang fajar, memprovokasi ketika bedhug di siang hari, bergerilya saat menjelang senja, dan atau membombardir saat dini hari ketika kandidat lain tengah lelap tertidur.

Selamat berjuang dan berlaga di pilkada 2020 buat para kandidat!
  
Roy Enhaer
Thursday, February 06, 2020.

Related

Cover Story 6518990942939268241

Follow Us

Postingan Populer

Connect Us

DIPLOMASINEWS.NET
Alamat Redaksi : Perumahan Puri Jasmine No. 07, Jajag, Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur
E-mail : redaksi.diplomasi@gmail.com
item