‘Raja dan Permaisuri’, Antara ‘Sakit Jiwa’ dan Keruk Materi


@roy enhaer
ISINE ndonyo kok yo aneh-aneh. Isi kehidupan di dunia yang dilakoni manusia itu memang aneh-aneh.  Betapa tidak, beberapa hari terakhir ini kita dihebohkan oleh gonjang-ganjing tentang berdirnya sebuah kerajaan di Purworejo, Jawa Tengah.

Kemudian, kerajaan yang ‘raja’ nya mengaku sebagai ‘titisan’ atau penerus  kejayaan kerajaan Majapahit, itu, telah jumenengan dengan ‘menobatkan diri’ bersanding dengan ‘sang permaisuri’ duduk di mahligai dengan mahkota kebesaran. Hebatnya, nuansa kerajaan tersebut benar-benar didesain dengan property layaknya sebuah kerajaan.

Tak hanya itu, sekitar 400-an pengikut keraton agung sejagat itu telah menunjukkan kesetiannya dan ‘sendiko dawuh’ atas apa pun yang menjadi titah dari sang raja mereka.

Atas laporan warga, akhirnya keberadaan keraton agung sejagat itu dibubarkan sekaligus ‘raja dan permaisuri’ nya ‘dicengkiwing’ aparat untuk mempertanggungjawabkan sejumlah aksi mereka.

Tumbanglah kemegahan keraton agung sejagat di Purworejo, itu. Pasalnya, kegiatan mereka telah terendus aparat karena diduga kuat menciptakan keonaran, keresahan, dan kegaduhan di masyarakat.

Juga ada dugaan kuat lainnya, yakni, terindikasi bermoduskan penipuan. Korbannya adalah para pengikutnya yang jumlahnya ratusan itu dengan diiming-imingi sebuah ‘jabatan’ dan gaji tinggi dengan kurs dolar. Faktanya, hingga hari ini tak pernah terealisasi.

Yang menjadi pertanyaan besar adalah kenapa hari-hari begini masih saja ada orang berpikiran untuk mendirikan sebuah kerajaan di Purworejo, Jawa Tengah, itu? Kenapa masih saja ada orang yang berpikir mundur ke belakang, mundur ke masa lalu dan irasional?

Pertanyaannya lagi, kenapa wong hanya untuk aksi menipu saja mesti ‘mendirikan’ sebuah kerajaan dengan sebutan keraton agung sejagat? Jika boleh beranalisa, bahwa pelaku yang menobatkan dirinya sebagai ‘raja’ di kerajaannya itu tidak bodoh. Dia sangat lihai untuk memperdayai para pengikutnya yang berjumlah ratusan orang itu dengan menyuguhkan kegiatan ritual dan dibimbui dengan mimpi-mimpi yang bisa pasti bisa diraihnya.

Sesungguhnya, yang dilakukan pelaku itu motivasi utamanya adalah soal ekonomi. Tetapi dia sangat pintar membungkusnya dengan lelaku ritual sehingga para pengikutnya hoah-hooh saja ketika apa pun yang diucapkan ‘sang raja’ nya. Bagi mereka, ‘raja’ adalah panutan yang mesti dikuti segala tindakannya.

Pasalnya, sebagian bangsa kita meski sudah modern otaknya, masih tetap saja percaya kepada hal-hal yang ‘ora tinemu nalar’ atau irasional. Banyak sekali contah di negeri ini ketika seseorang kepingin menduduki sebuah jabatan, dia juga menggunakan lelaku atau aksi ritual.

Benarkah mereka mendirikan sebuah keraton agung sejagat tersebut maksudnya sedang ‘menyindir’ perilaku para pejabat di negeri ini yang juga tengah menderita dan mengidap ‘sakit jiwa’ juga?

Jangan kaget dan tak perlu heran atas gonjangganjing berdirinya keraton agung sejagat, meski akhirnya tumbang juga.

@roy enhaer
Jember, Jumat, 17 Januari 2020

Related

Cover Story 6031451549851887798

Follow Us

Postingan Populer

Connect Us

DIPLOMASINEWS.NET
Alamat Redaksi : Perumahan Puri Jasmine No. 07, Jajag, Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur
E-mail : redaksi.diplomasi@gmail.com
item