‘Raja dan Permaisuri’, Antara ‘Sakit Jiwa’ dan Keruk Materi
http://www.diplomasinews.net/2020/01/raja-dan-permaisuri-antara-sakit-jiwa.html
@roy enhaer |
ISINE
ndonyo kok yo aneh-aneh. Isi kehidupan di dunia yang
dilakoni manusia itu memang aneh-aneh.
Betapa tidak, beberapa hari terakhir ini kita dihebohkan oleh gonjang-ganjing tentang berdirnya sebuah kerajaan di Purworejo, Jawa
Tengah.
Kemudian, kerajaan yang ‘raja’ nya mengaku
sebagai ‘titisan’ atau penerus kejayaan
kerajaan Majapahit, itu, telah jumenengan
dengan ‘menobatkan diri’ bersanding dengan ‘sang permaisuri’ duduk di mahligai
dengan mahkota kebesaran. Hebatnya, nuansa kerajaan tersebut benar-benar
didesain dengan property layaknya
sebuah kerajaan.
Tak hanya itu, sekitar 400-an pengikut keraton agung
sejagat itu telah menunjukkan kesetiannya dan ‘sendiko dawuh’ atas apa pun yang
menjadi titah dari sang raja mereka.
Atas laporan warga, akhirnya keberadaan keraton agung
sejagat itu dibubarkan sekaligus ‘raja dan permaisuri’ nya ‘dicengkiwing’
aparat untuk mempertanggungjawabkan sejumlah aksi mereka.
Tumbanglah kemegahan keraton agung sejagat di
Purworejo, itu. Pasalnya, kegiatan mereka telah terendus aparat karena diduga
kuat menciptakan keonaran, keresahan, dan kegaduhan di masyarakat.
Juga ada dugaan kuat lainnya, yakni, terindikasi
bermoduskan penipuan. Korbannya adalah para pengikutnya yang jumlahnya ratusan
itu dengan diiming-imingi sebuah ‘jabatan’ dan gaji tinggi
dengan kurs dolar. Faktanya, hingga hari ini tak pernah terealisasi.
Yang menjadi pertanyaan besar adalah kenapa
hari-hari begini masih saja ada orang berpikiran untuk mendirikan sebuah
kerajaan di Purworejo, Jawa Tengah, itu? Kenapa masih saja ada orang yang
berpikir mundur ke belakang, mundur ke masa lalu dan irasional?
Pertanyaannya lagi, kenapa wong hanya untuk aksi menipu saja mesti ‘mendirikan’ sebuah
kerajaan dengan sebutan keraton agung sejagat? Jika boleh beranalisa, bahwa pelaku
yang menobatkan dirinya sebagai ‘raja’ di kerajaannya itu tidak bodoh. Dia sangat
lihai untuk memperdayai para pengikutnya yang berjumlah ratusan orang itu dengan
menyuguhkan kegiatan ritual dan dibimbui dengan mimpi-mimpi yang bisa pasti
bisa diraihnya.
Sesungguhnya, yang dilakukan pelaku itu motivasi
utamanya adalah soal ekonomi. Tetapi dia sangat pintar membungkusnya dengan lelaku ritual sehingga para pengikutnya hoah-hooh
saja ketika apa pun yang diucapkan ‘sang raja’ nya. Bagi mereka, ‘raja’ adalah panutan yang mesti dikuti segala
tindakannya.
Pasalnya, sebagian bangsa kita meski sudah
modern otaknya, masih tetap saja percaya kepada hal-hal yang ‘ora tinemu nalar’
atau irasional. Banyak sekali contah di negeri ini ketika seseorang kepingin menduduki sebuah jabatan, dia
juga menggunakan lelaku atau aksi
ritual.
Benarkah mereka mendirikan sebuah keraton agung
sejagat tersebut maksudnya sedang ‘menyindir’ perilaku para pejabat di negeri
ini yang juga tengah menderita dan mengidap ‘sakit jiwa’ juga?
Jangan kaget dan tak perlu heran atas gonjang – ganjing berdirinya keraton agung sejagat, meski akhirnya tumbang
juga.
@roy enhaer
Jember, Jumat, 17 Januari 2020