Nyi Roro Kidul : Orang Kurang Kerjaan yang Mimpikan ‘Kerajaan’.


[ Ilustrasi ]
TEPAT malam Jumat, kemarin, saya memberanikan diri untuk confirm dengan sosok wanita rupawan penguasa pantai selatan yang berjuluk Kanjeng Ratu Roro Kidul, itu. Maksudnya, saya kepingin kejelasan agar clear yang terucap dari mulut wanita cantik itu sendiri tentang kegaduhan seputar fenomena bahwa hari – hari ini banyak sekali manusia di Indonesia begitu gampangnya mendirikan sebuah kerajaan dan emperium.

Memang tak gampang untuk wawancara ekslusif dengan sang ratu penguasa segoro kidul itu. Pasalnya, di samping agendanya padat dan sibuk dengan tugas – tugas keratuannya. Ternyata saya butuh waktu lama untuk sampai di istananya kemudian  kulo nuwun di ruang kerjanya.

Ternyata, keberadaan istana sang ratu itu tidak pernah terekam dan luput dari kamera google map. Karena, letaknya berada di telenging segoro. Di tengah samudra luas yang tak bertepi.

Tetapi, saya masih beruntung dan akhirnya mendapatkan titik koordinat posisi kerajaan milik Nyi Roro Kidul itu berkat bantuan sahabat saya yang bekerja sebagai sekuriti istana.

Singkat cerita, penguasa laut kidul yang rupawan itu langsung minarakne, mempersilakan saya duduk di atas karpet tebal warna hijaunya. Sementara dia duduk di atas kursi singgasana berukirnya yang juga berwarna hijau. Tiba – tiba dia bertanya kepada saya hanya dengan sepenggal kata saja.

“Manusiakah?,” tanya sang ratu, pendek sembari membetulkan letak mahkota emasnya.

“Iya,” jawab saya lebih pendek.

“Maksudku, kau itu manusia biasa atau seorang raja?"

“Manusia biasa – biasa saja kok, Nyai”

“Apa tujuan dan bersama siapa kamu ke sini?”

“Sendirian, dan tujuan saya kepingin penjelasan dari Nyai soal kegaduhan atas bermunculannya kerajaan – kerajaan di negeri saya”

Wajah wanita anggun penguasa segoro kidul itu terhenyak sejenak demi mendengar apa yang saya ucapkan. Kemudian dia tersenyum tapi hanya sesimpul dan akhirnya tertawa cekikikan hingga deretan gigi putihnya yang miji timun itu tampak indah. 

“Ada apa, Nyai? Ada yang salah dengan ucapan saya?”

Sang ratu tak menjawab sepenggal kata pun atas pertanyaan saya. Hanya, jari telunjuk tangan kanannya saja yang ditempelkan dengan posisi miring di dahinya.

Saya hanya terdiam dan bergumam untuk mencoba menerjemahkan gestur dari gerakan tubuh Nyai Ratu. Edan tenan pancene bocahbocah iki. Apakah telunjuk tangan itu adalah sebuah simbolitas atas ‘kegilaan’ manusia – manusia di negeri saya yang akhir –akhir ini lagi ngetren bikin kerajaan di mana – mana itu?

“Bangsa manusia seperti bangsamu itu lagi mengidap penyakit ndeleming. Mengigau, berhalusinasi,” ucap penguasa pantai selatan itu tiba – tiba. 

Lanjutnya, lha wong  di negerimu sudah canggih kok ya masih saja ada manusia memimpikan romantisme sebuah kerajaan lagi. Jangan –jangan mereka – mereka itu kepingin dan cemburu dengan orang – orang yang akan membangun ibu kota baru, karena tidak pernah dilibatkan dan rembugan sebelumnya. Akhirnya, dari pada nganggur kemudian iseng – iseng bikin kerajaan bodong sendiri dengan modus operandi ngapusi para pengikutnya.

“Semakin bingung saja saya, Nyai”

“Ya jelas bingung, wong kamu juga ikut ndeleming”. 

Masih ucapnya, negrimu itu aneh. Investasi saja bodong, berangkat umrah ya bodong, asuransi pun bodong, kasus PAW juga bodong, dan terakhir lebih lucu lagi yaitu, kerajaan bodong telah marak di negrimu.

Coba dengarkan, ucapnya, negrimu itu kan sudah republik. Sudah sangat demokrasi meski semakin hari semakin banyak pejabat yang tersangka korupsi.

“Terus saya harus bagaimana, Nyai?”

“Ya tidak harus bagaimana – bagaimana. Memangnya kamu bisa dan mau kamu bagaimanakan negerimu itu?”

“Bagaimana itu enaknya harus dibagaimanakan, Nyai?”

Kayaknya Nyai Roro Kidul menjadi jengkel dan geram atas pertanyaan yang sengaja saya pelintir, itu. Kemudian wanita ayu bermahkota itu memungkasi kalimatnya dengan mengajak saya untuk kemungkinan pindah domisili tinggal di kerajaannya. Menurut Nyi Ratu bahwa eksistensi dan keberadaan kerajaannya telah berstatus legal. Resmi memiliki kredibilitas dan telah mengantongi izin formal dari kesbangpol kerajaan. Maksudnya, tidak seperti kerajaan – kerajaan di bangsa manusia yang baru saja raja dan permaisurinya dicengkriwing polisi itu, karena status hukumnya bodong alias illegal. Hanya manusia – manusia yang kurang kerjaan saja yang bermimpi mendirikan ‘kerajaan’.

Kalimat pungkasnya, jika ada waktu berkacalah untuk melihat kerajaannya di pantai selatan yang penuh kedamaian, warganya saling menghargai penuh ketoleransian, pejabatnya tidak pernah gegeran berebut kedudukan, tak pernah terjadi money politic, dan yang paling indah adalah tidak pernah ada aksi kejahatan korupsi di birokrasi meski tidak ada lembaga anti rasuah yang berdiri.

Akhirnya, saya pun pamit pulang. Tak terasa saya sudah tidak duduk lagi di atas karpet hijau, tetapi tubuh saya telah berdiri di pinggir pantai. Suara debur ombak yang menggunung itu menghantam dan memecah angkuhnya batu karang bersama suara cericit dan kepak sayap camar yang sedang mancari mangsa hingga di batas garis kaki langit yang jauh dan tak bisa disentuh itu.

Dan, jejak – jejak kaki saya di atas hamparan pasir itu pun telah disapu ombak laut selatan.

@roy enhaer
Watu Ulo, Jember, Malam Jumat, 23 Januari 2020

Related

Cover Story 7076936351959702982

Follow Us

Postingan Populer

Connect Us

DIPLOMASINEWS.NET
Alamat Redaksi : Perumahan Puri Jasmine No. 07, Jajag, Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur
E-mail : redaksi.diplomasi@gmail.com
item