Jakarta Banjir dan Mulut – Mulut ‘Nyinyir’
http://www.diplomasinews.net/2020/01/jakarta-banjir-dan-mulut-mulut-nyiyir.html
@roy enhaer |
MESKI setiap tahun Jakarta itu langganan banjir,
tapi untuk kali ini jutaan penghuni ibu kota tersebut sepertinya sedang ‘ditegur’
Tuhan dengan cara ‘menumpahkan’ sedikit air bah. Tapi, kita masih bisa ucapkan
syukur atas bencana itu bahwa Dia tidak sampai ‘tega’ me – Nabi Nuh – kan metropolitan.
Jakarta adalah belantara. Kompetisi hidup semakin
telanjang dan menghalalkan segala cara. Bahkan cara hidup warganya sudah
memasuki peradaban jahiliyah. Yang jelas – jelas sesuatu itu haram tetapi masih
bisa dipelintir untuk dihalal – halalkan.
Jakarta adalah juga pusat pemerintahan yang di
dalamnya berkumpul pejabat – pejabat yang tugas pokok dan fungsinya
menyejahterakan ratusan juta rakyatnya. Celakanya, ketika ibu kota tenggelam
hari – hari ini, jurstru oknum gubernur dan oknum menterinya saling ‘nyinyir’
berdebat kusir atas bencana banjir.
Para pejabat kita memang pinter membuat peraturan tapi sangat ‘goblok’ mempraktikannya. Pinter
ngomong tapi hasilnya bolong. Lha wong
jelas – jelas dan terfaktakan ketika ratusan ribu warga Jakarta tenggelam
karena banjir bah, kok ya kober – kober - nya, masih punya waktu ngoceh
berteori. Kenapa para pejabat itu tidak ikut terjun berbasah – basah di pinggir
kali sehingga bisa merasakan betapa ‘nikmatnya’ ketika ratusan ribu warga ibu
kota itu terseret – seret derasnya banjir dan berlumpur – lumpur rumahnya?
Beranikah para pejabat itu untuk banjir tahun
depan bertempat tinggal di pinggir kali agar ikut merasakan langsung betapa ‘bahagianya’
ketika rumah mereka tenggelam hingga hanya atapnya saja yang terlihat? Anehnya,
kenapa ketika Jakarta diterjang dan ditenggelamkan banjir selalu saja yang
menjadi korban dan obyek penderitanya mayoritas para wong cilik dan warga pinggiiran?
Lantas apa yang menarik dari banjir Jakarta itu?
Dan, lebih aneh lagi, apa yang menarik untuk diberitakan oleh media massa jika
yang paling menjadi korban hanyalah sekadar ‘bukan’ orang – orang penting,
tetapi hanya warga biasa yang bukan siapa – siapa?
Bukankah ekskusivitas berita itu ketika yang
menjadi korban adalah orang penting dan memiliki posisi social politik yang
strategis? Dan, lagi belum pernah terjadi pada setiap bencana alam apa saja
yang menjadi korban dan yang mengungsi di kelurahan dan tempat – tempat penampungan
itu seorang tokoh nasional.
Akhirnya, agar Tuhan tidak me –warning warga ibu kota dengan bencana –
bencana yang lainnya. Bersegeralah para pejabat itu untuk benar – benar memikirkan
hajat hidup rakyatnya, jangan hanya menggelembungkan perut mereka sendiri
dengan menghalalkan segala cara. Terlebih hentikan model pencitraan dan omong ‘nyinyir’ tanpa berbuat apa pun atas bencana
banjir.
Akankah Jakarta dikepung air bah lagi tahun
depan?
@roy enhaer
Watu Ulo, Jember, 04 Januari 2020