‘Simalakama’ Sang Kepala Desa

NGELURUG : Ratusan waga tolak tambang PT BSI tengah ‘ngelurug’ kantor Desa  Sumberagung, Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur.[ image : roy enhaer/diplomasinews.net ]
DIPLOMASINEWS.NET_SUMBERAGUNG_BANYUWANGI_Lagi, kantor Desa Sumberagung, Pesanggaran, Banyuwangi, itu, ‘diserbu’ massa yang menamakan diri kelompok massa ‘tolak tambang’.  Sekitar 150 - an orang dari kelompok ‘anti’ PT BSI yang dimotori Nur Hidayat alias Dayat, itu, intinya mengklarifikasi sikap kepala desa Vivin Agustin, terkait pencabutan surat rekomendasi penolakan IUP/IUPK PT. BSI dan PT. DSI, Rabu, 04 Desember 2019.

Catatan DIPLOMASINEWS.NET, di lapangan, sekitar 15 orang perwakilan massa tolak tambang diterima kepala desa Vivin Agustin yang didampingi Forpimka Kecamatan Pesanggaran. 

Dalam pertemuan tersebut, kepala desa, Vivin,  mengatakan jika dirinya ingin mencari solusi yang setepat-tepatnya atas rekomendasi yang telah dicabutnya itu.  Pasalnya, kata Vivin, ternyata surat rekom yang ditandangani beberapa waktu lalu itu, salah prosedur dan tak sesuai dengan perundang-undangan.

“Kades tidak berwenang menutup tambang,” ucap Vivin dalam diskusi  bersama warga tolak tambang itu, Rabu, 04 Desember 2019.  

Sementara itu, sekretaris Desa Sumberagung, Purnoto, justru mempertanyakan bahwa aksi massa tolak tambang yang ‘ngelurug’ di kantor desa itu, telah mendapatkan izin dari pihak kepolisian? 

Dalam diskusi tersebut, Camat Pesanggaran, Drs. Dermawan, berucap dan menjelaskan bahwa pejabat publik memiliki batas kewenangan terkait dengan pencabutan izin pertambangan. Lanjutnya, hal itu bukan kewenangan kepala desa, tetapi kewenangan itu berada di tangan pimpinan tertinggi, yaitu gubernur dan presiden. 

GUNUNG SALAKAN : Kepala Desa Sumberagung, Vivin Agustiin, berucap bahwa dirinya ‘tak berwenang’ tutup PT BSI, tapi dirinya bersedia bantu warga pertahankan Gunung Salakan. [ image : dok. diplomasinews.net ]
Saat itu juga, Rindang, salah satu warga Dusun Pancer, berteriak dengan bertanya, mengapa pencabutan surat rekomendasi tersebut tidak didiskusikan lebih dulu dengan warga?

“Harusnya warga dikumpulkan, kemudian diajak ambil keputusan. Bukannya tiba-tiba Bu Kades seenaknya mencabut begitu saja,” protesnya.

Tak hanya itu, warga lain bernama Endang, juga ‘mbegok-mbengok’ mohon kepada Bu Kades, agar penambangan emas itu cukup hanya di Tumpangpitu saja, jangan sampai melebar ke Gunung Salakan.

Lagi dalam diskusi itu, Camat Pesanggaran,  Drs. Dermawan, angkat bicara, bahwa kegiatan di gunung Salakan itu bukan untuk ditambang, tetapi  hanya kegiatan penelitian dari Mahasiswa Universitas Tri Sakti. Lanjutnya, pihaknya selaku aparatur pemerintah tunduk dengan kebijakan pimpinan.

“Dan, perlu diketahui bahwa kebijakan pemerintah tersebut juga untuk kepentingan warga. Untuk kesejahteraan sesuai dengan amanat UUD 45. Yakni, kekayaan alam dikuasi negara dan untuk kesejahteraan rakyatnya,” terang Dermawan.

Dan, akhirnya diskusi itu bergeser di luar ruangan. Kepala desa pun berbicara di depan warga ratusan warga, intinya, bahwa kepala desa menanggapai warga, yaitu selaku pimpinan di desa Sumberagung, dirinya hanya menandatangi draft surat yang dikonsep oleh warga tolak tambang yang isinya penolakan PT. BSI tanpa dipelajari lebih dulu. Padahal PT. BSI terkait perizinan telah lengkap bahkan berstatus obyek vital nasional [ obvitnas ] dari Kementrian ESDM. Lanjutnya, maka surat rekom yang ditanda tangani tersebut menyalahi aturan sehingga pihak pemdes mencabut surat tersebut.

“Apabila saya didesak untuk merekomendasikan penutupan PT. BSI maka saya menolak. Dan, apabila warga ingin mempertahankan gunung Salakan saya akan memenuhi keinginan warga," tegas Vivin, di depan ratusan warga, Rabu, 04 Desember 2019.

Onliner  : oma prilly
Editor     : roy enhaer

Related

Cover Story 3119970642728399891

Follow Us

Postingan Populer

Connect Us

DIPLOMASINEWS.NET
Alamat Redaksi : Perumahan Puri Jasmine No. 07, Jajag, Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur
E-mail : redaksi.diplomasi@gmail.com
item