‘Gredoan’, Tradisi ‘Memadu Kasih’ di Macanputih


OJO SAMPEK ILANG : Semangat menjaga tradisi ‘Gredoan’ di Desa Macanputih, Kabat, Banyuwangi, Jawa Timur. [ image : roy enhaer/diplomasinews.net ]
DIPLOMASINEWS.NET_MACANPUTIH_BANYUWANGI_Bumi Blambangan di Banyuwangi ternyata menyimpan banyak tradisi unik dan langka. Keunikan tradisi itu salah satunya adalah ritual Gredoan, yang digelar di Desa Macanputih, Kabat, Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat, 8 November 2019.

Gredoan adalah kata tribal atau idiom lokal masyarakat Using di Banyuwangi, yang bermakna saling menggoda. Pelaku adat Gredoan biasanya dilakukan oleh para lajang atau para muda-mudi, bahkan janda atau duda yang tengah ‘mencari’ pasangan hidup ketika tradisi itu digelar meriah di kampung.

Sementara itu, Khomsun, 34 tahun, ketua pelaksana tradisi Gredoan, di Desa Macanputih, itu, mengatakan bahwa adat Gredoan tersebut sudah berlangsung sangat lama sejak bergenerasi-generasi yang lalu.

‘NGURI-URI’ TRADISI : Khomsun, ketua panitia adat Gredoan, dan kepala desa Macanputih, Farid, yang selalu menjaga tradisi di desanya. [ image : roy enhaer/diplomasinews.net ]
Gredo artinya menggoda yang berlaku buat para cowok-cewek, duda atau pun janda. Dan, adat itu pasti dilaksanakan tepat pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Umumnya malam hari sebelum pagi harinya ‘selametan’ di masjid,” tutur Khomsun yang didampingi kepala desa Macanputih, Farid, ketika ditemui DIPLOMASINEWS.NET, menjelang adat Gredoan digelar, Jumat, 8 November 2019.

Masih tuturnya, ketika malam hari sebelum Gredoan digelar, para cewek biasanya ikut membantu orang tuanya memasak di dapur. Dan, pada momentum itulah, para cowok mengincarnya dari luar rumah. Aksi Gredoan pun diawali oleh sang cowok dengan memasukkan sapu lidi ke dalam lobang kecil di dinding ‘gedheg’ [ terbuat dari anyaman bamboo ] itu.

Akhirnya, jika sang cewek merespon atas aksi cowok yang meng-gredo nya tadi, lidi yang ‘disogokkan’ pada lobang dinding rumah gedheg itu, ditandai dengan ujung lidi yang dipatahkan. Jelasnya, jika ujung lidi itu ‘cuklek’ atau patah, pertanda bahwa aksi gredoan antara cowok-cewek itu saling mengiyakan.

“Jika lidinya utuh artinya ditolak. Tapi jika cuklek atau patah, bermakna saling menerima dalam memadu kasih,” jelentreh Khomsun, ketika diwawancarai DIPLOMASINEWS.NET, menjelang acara Gredoan itu dimulai, Jumat, 8 November 2019.  

Masih menurutnya, lakon berikutnya bahwa cowok – cewek yang sudah ‘nggredo’ itu berlanjut saling ngobrol dan merayu yang dibatasi dengan dinding gedheg. Pasalnya, akan dianggap ‘ora ilok’ atau tabu jika antara cewek dan cowok berduaan tanpa ada ikatan.

THE CARNIVAL OF ‘GREDOAN’ : Salah satu atraksi bola api ketika digelar tradisi ‘Gredoan’ di Desa Macanputih, Kabat, Banyuwangi, Jawa Timur. [ image : roy enher/diplomasinews.net ]
“Umumnya, para cowok itu akan serius kepada cewek hasil gredoan - nya untuk dijadikan istri dan dilamar hingga berlanjut pada pernikahan,” terang Khomsun.  

Uniknya, tradisi Gredoan di Desa Macanputih, itu, hingga kini masih ‘diuri-uri’, dilestarikan, dijaga keaslian, kemurnian, dan kesakralannya oleh masyarakat desa itu. Dan, tak hanya itu, ribuan masyarakat yang menonton di sepanjang pinggir jalan desa itu demi mengapresiasi gelaran adat Gredoan di desa tersebut.

Gelaran adat Gredoan itu juga diramaikan oleh barisan karnaval yang ditandai dengan symbol-symbol religi Islam. Seperti, boneka sosok Kiai yang tengah menggenggam tasbih. Patung binatang unta, miniature masjid, dan bentuk-bentuk yang menyimboliskan nafas keagamaan. Juga pada gelaran adat itu ditampilkan atraksi tongkat api yang dilakonkan oleh para pemuda di desa itu.

Onliner  : oma prilly
Editor     : roy enhaer

Related

Cover Story 4999943833345882783

Follow Us

Postingan Populer

Connect Us

DIPLOMASINEWS.NET
Alamat Redaksi : Perumahan Puri Jasmine No. 07, Jajag, Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur
E-mail : redaksi.diplomasi@gmail.com
item