‘Lambe Turah’ di Coblosan ‘Lurah’


@roy enhaer
KETIKA sepotong kata – kata itu dilontarkan dan diujarkan tidak pada tempatnya, tidak tepat waktunya, dan tidak jelas dalih alasannya, pasti akan menuai bencana dan bahkan menciptakan malapetaka bagi pemilik mulut yang mengucapkannya. Peristiwa itu terjadi di salah satu sudut desa di Bangorejo, Banyuwangi, JawaTimur.

Dan, atas ujaran yang diceploskan oleh perempuan pemilik mulut  ‘nyinyir’ tersebut, akhirnya menjadi  ‘umek’ dan penuh kegaduhan di masyarakat. Kegaduhan itu akhirnya menjadi bola salju liar yang menggelinding menabraki apa saja yang ada di depannya.

Catat, bahwa snow ball, atau bola salju itu ternyata di dalamnya berisi ujaran penistaan terhadap agama tertentu dan diucapkan ketika di desa tersebut tengah menggelar ‘coblosan Lurah’ atau helatan pemilihan kepaladesa[ pilkades ] serentak 2019, se-Banyuwangi, bulan lalu.

Mungkinkah dugaan ujaran penistaan terhadap agama tertentu, itu merupakan residua leffect atau dampak ‘kalimat beracun’ atas eporia sesaat dalam mengagumi salah satu kandidat pada pilkades, itu? Mungkinkah, sinyalemen dugaan penistaan itu terlontar dan terpicu bahwa di antara kandidat yang bertarung pada pilkades tersebut berbeda keyakinan agama mereka, sehingga muncul logika sempit, dan nalar pendek? Atau bisa saja kegiatan pilkades itu dipahami bukan karena sedang memilih kepala desa, tapi justru dimaknai sebagai ‘pertarungan’  label agama atas siapa pemenang dan siapa pencundang.

Celakanya, kenapa ujaran penistaan atas agama tertentu itu justru di – audiovisual – kankemudian diunggah dan disebarluaskan di dunia maya sehingga menjadi konsumsi sarapan pagi public yang menarik untuk dinikmati.  Akhirnya, toleransi lintas agama di desa yang baru saja menggelar pilkades tersebut menjadi terganggu, terusik, dan tercipta jurang menganga antar pemeluk agama. Ujungnya, kemesraan antar pemeluk agama yang dulu kental, lekat dan penuh toleransi itu, akhirnya menjadi retak-retak keberadaannya.

Siapa sesungguhnya yang mesti dipersalahkan? Pemilik gambar video viral itukah yang harus menanggung pertanggungjawabannya atas semua itu? Atau para orang – orang elit di atas sana itukah yang juga harus memikul dampaknya karena mereka itu juga sangat piawai menciptakan ‘manejemenkonflik’ atas isu dan sentiment agama yang sering dicampuradukkan dengan sejumlah pesta demokrasi di negeriini. Contohnya, mulai dari pesta demokrasi pilbub, pilgub, pilcaleg, hingga pilpres.

Benarkah, perilakudanmoralitas para elitis di atas sana itu telah dijadikan inspirasi dan kemudian dicontoh oleh para ‘wongndeso’ ketika menggelar pesta demokrasi pilkades tersebut dengan cara – cara saling menghujat, menista  antar pemeluk agama sehingga bisa berpotensi meretakkan, mencabik – cabik, dan membelah bangunan toleransi keberagamaan yang telah berpondasi kokoh di desa itu?

Kenapa  jika kita mengaku beragama dan sebagai pemeluknya justru tidak menebarkan cinta dan memancarkan cahaya kasih saying kepada sesama, tetapi justru menaburkan kebencian yang penuh kedendaman? Ada yang salahkah dengan cara menerjemahkan dan mempraktikannya dalam beragama sehari-hari? Adakah agama yang mengajarkan pada pemeluknya untuk menghujat, menghina, mem-bully, dan menistakan kepada pemeluk agama lain hanya persoalan sepele soal pilkades di desa itu?

Tak sadarkah bahwa mulut ‘nyinyir’ para penista agama itu bisa berpotensi menciptakan ‘kriwikan’ menjadi ‘grojogan’? Bahkan nyala sepuntung rokok itu pun bisa dan sanggup ‘membakar’ ratusan ribu hektar hutan belantara di negeri ini. Dan, kenyiyiran mulut yang semula hanya berlevel ‘ndeso’ itu jika tak sesegera mungkin dikatupkan, dan dibungkam rapat-rapat, pasti akan meluber dan melebar menjadi pemicu sensitivitas regional yang akhirnya berujung menjadi kekisruhan nasional.

Bahkan, ujaran yang terlontar dari setangkup lambe torah itu bisa menjalar menjadi akumulasi kedendamkesumatan psikologika agama yang bukan tidak mungkin akan menciptakan ‘kedendaman’ bak gelombang tsunami nasional jika semua pihak tidak segera menyikapi dengan komprehensif dan kedewasaan berpikir.

@roy enhaer
Banyuwangi, Kamis, 31 Oktober 2019.

Related

Cover Story 3149968137907887110

Follow Us

Postingan Populer

Connect Us

DIPLOMASINEWS.NET
Alamat Redaksi : Perumahan Puri Jasmine No. 07, Jajag, Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur
E-mail : redaksi.diplomasi@gmail.com
item