‘Gerbong Maut’ Bondowoso, Fakta Kejamnya Kolonial ‘Londo’


‘GERBONG MAUT’ SIANG : Icon patung ‘Gerbong Maut’ di depan Alun-Alun BRA. Kironggo, Bondowoso, Jawa Timur. Tagedy kemanusian oleh para patriot sejati. [ image : roy enhaer/diplomasinews,net ]
DIPLOMASINEWS.NET_BONDOWOSO_Ketika DIPLOMASINEWS.NET, tengah memotret Monumen Gerbong Maut di Bondowoso, Jawa Timur, tersebut, tiba-tiba ada seseorang menepuk punggung media online ini kemudian mengajak berteduh dari terik matahari siang yang menyengat itu untuk menepi di bawah rindangnya pepohonan di Alun-Alun BRA. Kironggo, itu, Kamis, 24 Oktober 2019.

Sosok yang enggan di-online-kan namanya itu kemudian berkisah soal tragedy ‘Gerbong Maut’ yang kini icon patungnya berdiri gagah di seberang jalan raya di depan kantor Bupati Bondowoso Itu.
                                           
Menurut sosok yang bersedia menjadi narasi tersebut, bahwa ketika itu pada Minggu, 23 November 1947, tepat pukul 01.00 WIB, para rakyat Indonesia yang tengah mempertahankan kemerdekaan yang dijadikan tawanan oleh kolonial Belanda tersebut dibangunkan dari dalam jeruji penjara di Bondowoso.

“Para tawanan bangsa kita itu berjumlah 100 orang. Saat itu juga mereka digiring menuju stasiun Bondowoso. Dan, di stasiun telah dipersiapkan tiga gerbong barang,” kisah sosok yang enggan dipublikasikan itu kepada DIPLOMASINEWS.NET, Kamis, 24 Oktober 2019.

Masih ceritanya, ternyata tiga gerbong barang itu memang telah dipersiapkan untuk membawa para tawanan patriotic pembela negeri ini menuju Surabaya. Lanjutnya, saat itu juga para tawanan langsung dimasukkan ke dalam tiga gerbong yang sebelumnya telah disediakan itu.

Tak hanya itu, para tawanan yang berjumlah 100 orang tersebut tanpa diberi sarapan dan minuman tetapi langsung dijebloskan ke dalam tiga gerbong dari seng panas, pengap dan tanpa ventilasi sama sekali itu.

“Setiap gerbong rata-rata diisi 30 –an orang tawanan.  Jadi bisa kita bayangkan seperti apa berjubelnya di dalam gerbong panas dan pengap itu,” terangnya.

Terangnya lagi,  tepat pukul tujuh pagi, kereta yang membawa tawanan patriotic Indonesia itu diberangkatkan dengan dikawal sedadu – serdadu Belanda.  Dan, saat itu udara pagi masih segar, semua tawanan masih dalam kondisi fisik baik.

Tapi, menjelang siang ketika matahari panasnya mulai mendidih, para tawanan gelisah dan merasakan susah bernafas karena tidak ada udara segar di dalam gerbong tersebut.

“Para tawanan mulai sulit hirup udara dan sulit bernafas. Seluruh tawanan benar-benar tersisksa,” ucap sosok yang enggan dipublikasikan itu sembari menerawang sedih kepada DIPLOMASINEWS.NET, Kamis, 24 Oktober 2019.

‘GERBONG MAUT’ MALAM : Patung monument Gerbong Maut di Bondowoso itu manjadi saksi atas ‘kejahatan perang’ yang dilakukan oleh serdadu colonial ‘Londo’ [ image : roy enhaer/diplomasinews.net ]
Ucapnya lagi, ketika tiga gerbong yang membawa ratusan tawanan tiba di stasiun Kalisat, tersebut, korban dari tawanan itu mulai berjatuhan. Dan, sedikitnya 6 orang patriotic itu lebih dulu tewas meregang nyawa. Saat itu juga, dari dalam gerbong para tawanan itu berusaha menggedor-gedor untuk minta air dan udara bebas agar mereka bisa bernafas. Serdadu Belanda pun saat itu tak menjawabnya hanya menjawab, di sini tak ada air tapi yang ada hanya peluru.

“Ketika gerbong tiba di stasiun Jember, korban yang tewas menjadi 12 orang. Tapi ketika tiba di stasiun Klakah, hujan tiba-tiba mengguyur. Sedikit adem lah para tawanan itu,” ujarnya.  

Meski mereka sedikit segar tubuhnya, tapi udara panas, pengap, tenggorokan kering dan kelaparan tetap saja menyiksa para tawanan itu.  Tak ada yang bisa dilakukan oleh para tawanan itu, kecuali hanya berdoa dan berdoa.

Masih kisahnya, ketika gerbong berhenti di stasiun Probolinggo, dari dalam gerbong para tawanan itu kembali menggedor – gedor minta air dan udara segar. Dan, tragis bahwa para tawanan itu tumbang meregang nyawa menjadi 30 orang di dalam gerbong.

Lagi-lagi, para serdadu ‘Londo’ itu tak pernah pernah peduli atas kondisi tawanan yang semakin mencekam itu. Bahkan serdadu itu hanya berkata, lebih senang kalau kalian mati, dari pada hidup. Dan, hingga di stasiun Wonokromo, lagi-lagi total korban bertambah menjadi 46 orang.

“Barangkali hanya itu lah yang bisa saya kisahkan tentang monumen gerbong maut di Bondowoso, ini,” pungkas sosok yang enggan di – online – kan itu ketika memungkasi wawancaranya dengan DIPLOMASINEWS.NET, di Alun-Alun BRA. Kironggo, Bondowoso, Kamis, 24 Oktober 2019, tepat pukul 22.00 WIB.

Onliner : roy enhaer/diplomasinews.net

Related

Cover Story 3039839155204301750

Follow Us

Postingan Populer

Connect Us

DIPLOMASINEWS.NET
Alamat Redaksi : Perumahan Puri Jasmine No. 07, Jajag, Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur
E-mail : redaksi.diplomasi@gmail.com
item