‘Pembiaran’ Bangunan ‘Liar’ di Atas Sempadan
http://www.diplomasinews.net/2019/07/pembiaran-bangunan-liar-di-atas-sempadan.html
BERDIRI DI ATAS KALI : Potret salah satu rumah warga
di sebelah Kantor Pos dan Giro, Jajag, Banyuwangi, yang berdiri di atas kali. [
image : andri/diplomasinews.net ]
|
Catatan DIPLOMASINEWS.NET, di lapangan, bahwa bangunan
‘liar’ yang berdiri di sepanjang bantaran sungai di kabupaten Banyuwangi, itu,
berjajar mulai dari kawasan Tegaldlimo, Curahjati, Bangorejo, Cluring, Srono,
Gambiran, Tegalsari, Genteng, Blokagung, Siliragung, hingga di kawasan daerah
aliran sungai [ DAS ] Pesanggaran.
Dalam tinjau lapangan tersebut, pihak dinas PU
pengairan Banyuwangi, juga ‘merangkul’ sejumlah ‘wakil rakyat’ DPRD Banyuwangi,
untuk melihat langsung kondisi di lapangan dengan menyusuri saluran air di
kawasan Korsda Genteng. Tepatnya, di saluran tersier di depan kantor Pos dan
Giro, Jajag.
Sementara itu, Ismoko, ketua pansus DPRD Banyuwangi,
komisi II, berucap bahwa acara ‘sidak’ di lahan milik dinas PU Pengairan
tersebut, adalah untuk melihat fakta di lapangan atas masalah krusial dan
klasik yang mengendap hingga bergenerasi-genarasi, yakni, bangunan liar yang
berdiri permanen tanpa secuil izin di atas sempadan di sepanjang pinggir
sungai.
Lanjutnya, dasar pijakannya adalah Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI, Nomor 28/PRT/M/2015, pasal 27, Tentang
garis sempadan sungai, dan garis sempadan danau, yang berbunyi, bahwa dalam waktu
paling lama 3 tahun terhitung sejak Peraturan Menteri ini berlaku,
dan berbunyi bahwa menteri, gubernur, bupati/walikota wajib menetapkan garis
sempadan sungai dan garis sempadan danau yang berada di dalam kewenangannya
“Pemda Banyuwangi wajib menetapkan garis sempadan
sungai dan danau, paling lama tiga tahun terhitung sejak permen itu diberlakukan,” ujar Ismoko, yang kini ditugasi sebagai
ketua pansus terkait masalah sempadan sungai, itu, Selasa, 16 Juli 2019.
Lebih jauh ketika DIPLOMASINEWS.NET, mempertanyakan
soal adanya ‘pembiaran’ atas bangunan liar di sepanjang sepadan sungai di
Banyuwangi, ini. Dengan diplomatis ia menjawab, tidak seekstrim itulah
faktanya, meski secara faktual memang hal itu telah terjadi di lapangan.
“Jika disebut pembiaran ya tidaklah. Cuma saja para
warga yang telah memanfaatkan lahan milik pengairan itu untuk bisnis usaha,
rumah hunian, dan lain-lain,” pungkas Ismoko, kepada DIPLOMASINEWS.NET, Selasa,
16 Juli 2019.
Onliner :
andri/nanang
Editor : roy
enhaer