Meski Renta, Semangat ‘Tak Pernah’ Tua
http://www.diplomasinews.net/2019/07/meski-renta-semangat-tak-pernah-tua.html
DIPLOMASINEWS.NET_BANGOREJO_BANYUWANGI_Lelaki senja
yang menjajakan alat-alat kebutuhan rumah tangga ‘tradisional’, seperti, rinjing [ sejenis bakul ], lasah, tampah, caping, pithi, tompo, irik, sapu lidi, dan kurungan ayam, tersebut, adalah Sugowo, 74 tahun.
Masih bisa hidupkah ketika zaman serba plastik
seperti sekarang ini, seorang Sugowo, mampu berkompetisi dengan barang-barang ‘tradisional’
miliknya yang kini dijajakannya di pinggir jalan itu?
Lelaki renta tapi masih penuh semangat hidup
itu, adalah warga Dusun Pasembon, Desa Sambirejo, Bangorejo, Banyuwangi, Jawa
Timur. Ia hampir setiap hari ‘mangkal’ di perempatan jalan di Desa Sambimulyo,
menjajakan barang-barangnya sembari menunggu pembeli.
“Mulai ket
enem kulo nggih dodolan ngeten niki,” ujar
Sugowo, yang kakinya sudah berasam urat itu, ketika ditemui DIPLOMASINEWS.NET, di antara tumpukan dagangan rinjing dan lasah-nya, Jumat, 26 Juli 2019. Maksudnya, ia sejak masih usia muda sudah
berjualan barang-barang kebutuhan dapur tersebut.
RENTA TIDAK TUA : Bersama onliner
DIPLOMASINEWS.NET, Sugowo, bercerita tentang suka-dukanya berjaja barang-barang
dagangannya. [ image : roy enhaer/diplomasinews.net ]
|
Ketika ditemani DIPLOMASINEWS.NET, di emperan toko
tersebut, ia bercerita tentang suka dan duka selama ‘dodolan’ barang-barang
dagangannya, tersebut. Sambil ‘ndeprok’
di emperan toko, sore tadi, ia merogoh saku bajunya mengambil lipatan-lipatan
uang lusuh senilai Rp. 60 ribu, hasil dari menjajakan dagangannya.
“Lha niki
to. Medamel sedinten namung angsal sak menten [ Rp.
60 ribu ],” ucap Sugowo bangga,
sembari menunjukkan lipatan uangnya, Jumat, 26 Juli 2019.
Akunya, ia menjajakan barang-barang kebutuhan
dapur tersebut, bukan dari hasil membuatnya, tapi dari hasil ‘kulakan’ di
beberapa tempat dan desa-desa yang masih memproduksinya. Akunya, lagi, alat
transportasi yang digunakan untuk berdagang itu, hanyalah seonggok sepeda ‘onthel’
butut yang telah termakan usia seperti garis hidup dan kehidupannya sekarang
ini. Ia mengaku memiliki dua orang anak yang sudah ‘mentas’ dan seorang istri
yang dengan setia menunggunya di rumah.
“Teng
pundi-pundi kulo nggih numpak sepeda pancal, niki. Nopo-nopo mboten nggadah. Sabin
nggih mboten nggdah,” pungkas Sugowo, sambil
menunjuk sepeda tuanya, itu. Ia hanya mengandalkan hidup dari berjaja
barang-barang tersebut yang hasilnya bisa untuk membeli satu-dua kilogram beras
bersama istrinya, di rumah.
Matahari sore sudah merambat pulang. Senja sudah
semburat merah di ujung kaki langit barat. Sugowo dengan tubuh yang sudah senja
itu pun pulang mengayuh sepeda dayung tuanya.
Onliner :
roy enhaer/nanang susanto/diplomasinews.net