Di Bawah Patuh, Di Atas 'Gaduh'
http://www.diplomasinews.net/2019/05/di-bawah-patuh-di-atas-gaduh.html
Gong helatan Pemilu 2019 di negeri ini telah
usai ditabuh. Ratusan juta rakyat dengan kepatuhan penuh telah ‘nyoblos’ gambar
wajah-wajah calon pemimpin pilihan mereka di balik bilik suara rahasia dengan kesukacitaan.
Kini, pesta demokrasi itu telah rampung.
Ratusan juta rakyat yang berbeda aspirasi pilihan
di hati mereka ketika pemilu, kini sudah tersatukan dan sudah tak lagi berjarak
satu sama lain dalam beraspirasi. Gumpalan emosi yang selama itu membatu, kini
telah mencair lagi. Tangan-tangan yang dahulu mengepal keras meninju langit itu,
kini sudah saling berjabat erat lagi. Berangkulan mesra lagi. Saling tersenyum
dan terbahak-bahak lagi. Saling menghargai dan memartabatkan antar sesama lagi.
Bukankah ilustrasi di atas itu sebagai contoh
nyata atas kentalnya kemesraan pergaulan rakyat sehari-hari di negeri Pancasila,
ini? Ternyata, rakyat kecil yang jumlahnya ratusan juta itu mampu membangun ‘jiwa
besar’ yang selama ini tak pernah dimiliki oleh ‘orang-orang besar’ di atas
sana.
Tetapi, yang kita lihat dan rasakan pada setiap
pagi, siang, sore, petang, dan larut malam, yang dikerjakan para ‘orang besar’
di atas sana itu bisanya hanya ‘memproduksi’ kegaduhan nasional saja. Ternyata,
barisan para ‘orang besar’ itu justru
berjiwa sangat kerdil dan kalah oleh kebesaran jiwa para ‘orang kecil’
di negeri Nusantara yang populasinya
ratusan juta kepala itu.
Pertanyaannya, bagaimana mungkin para ‘orang
besar’ itu berhasil membangun dan merawat kebesaran negeri besar sebesar
Indonesia, ini, jika hati, nyali, pikiran, dan jiwa mereka tak pernah bermuai
dan berkembang besar? Kenapa selama sebelum pemilu, saat pemilu, dan pasca
pemilu, yang dikerjakan dan dipertontonkan oleh para ‘orang besar’ itu hanya
gaduh, gaduh, dan gaduh saja di depan jutaan pasang mata rakyat?
Apa sesungguhnya yang mereka cari? Belum cukupkah
kekayaan dunia dan kursi jabatan yang mereka sandang dan nikmati selama ini
sehingga mereka harus ‘rebut balung tanpo isi’ di antara sesama yang juga sudah
memiliki dan menikmati segalanya itu? Dan, di depan wajah rakyat, mereka
bisanya hanya saling hujat menuding jidat, mencela, saling mengiridengki, dan
saling apa saja yang sesungguhnya ‘tak layak’ diujarkan oleh para ‘orang besar’
itu.
Pertanyaannya, kenapa para ‘orang gede’ itu begitu
tega menabur ‘gaduh nasional’ kepada rakyat yang faktanya bahwa rakyat di bawah
sudah sangat manut dan patuh, tapi di tempat lain justru barisan para pejabat
itu ‘ciptakan’ kegaduhan tanpa ujung hingga mengusik kedamaian ratusan juta rakyat?
@roy enhaer
Banyuwangi, Kamis, 16 Mei 2019