Cerita Lama, Ibu Kota ‘Pindah’ di Luar Jawa
http://www.diplomasinews.net/2019/05/cerita-lama-ibu-kota-pindah-di-luar-jawa.html
Puji Susilo Asih |
Pada 1946, 4 Januari, pusat pemerintahan secara
resmi dipindahkan di Yogyakarta. Ini merupakan pemindahan ibu kota yang pertama,
kemudian pada tahun 1948 ibu kota kembali dipindahkan ke Bukittinggi Sumatra
Barat, tepatnya pada 19 Desember.
Dan, lagi-lagi ibu kota negeri ini dipindahkan
kembali, pemindahan kali ketiga ini, pusat pemerintahan ditempatkan di Bireuen
Aceh. Namun dari semua pemindahan ibu kota yang telah dilakukan, Bireuenlah
yang memiliki jangka waktu paling singkat, terhitung hanya berlangsung selama
seminggu. Alasan dari semua pemindahan sama, yaitu karena daerah pemindahan
berhasil ditaklukkan oleh Belanda kembali.
Dan pada 1950-an Presiden Soekarno juga pernah
menyuarakan bahwa Palangkaraya, Kalimantan Tengah menjadi ibu kota Indonesia
yang baru, atau dengan kata lain menjadi ibu kota alternatif bagi Indonesia.
Menurut Soekarno, Palangkaraya lebih tepat menjadi pusat pemerintahan
dibandingkan dengan Jakarta yang dianggap sesak dan penuh dengan simbol-simbol
kolonial penjajahan.
Kembali lagi pada saat sekarang ini, wacana akan
dipindahkannya pusat pemerintahan di luar Jakarta mulai ramai diberbincangkan
kembali. Melihat pada 2017 Presiden Joko Widodo juga telah menyuarakan hal yang
serupa. Dan sampai detik ini wacana pemindahan pusat pemerintahan tersebut
terus bergulir. Benar tidaknya rencana pemindahan tersebut diperkuat dengan
adanya keputusan Presiden Jokowi, yang memutuskan ibu kota negara akan dipindah
ke luar Jawa, dan setelah sebelumnya terdapat tiga opsi dimana ibu kota akan
dipindahkan. Opsi pertama tetap berada di Jakarta dengan pengkhususan Monas dan
Istana sebagai kantor pemerintahan dan kementrian. Kemudian opsi kedua yaitu
dengan memindahkan pusat pemerintahan dengan radius 50-70 km. Dan opsi yang
terakhir adalah dengan memindahkannya ke
luar Pulau Jawa.
Terkait dengan adanya wacana pemindahan Ibu Kota
tersebut menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat ataupun para ahli
ekonom dan politik. Seperti halnya ahli Ekonomi UGM Tony Prasentiantono yang
kurang setuju apabila Ibukota negara dipindahkan. Karena menurutnya proses
pemindahan tersebut memerlukan dana yang tidak sedikit. Setidaknya negara butuh
dana sebesar 500 Triliun rupiah. Dengan alokasi anggaran yang cukup besar, di
khawatirkan akan memyebabkan masalah baru seperti membengkaknya hutang
Indonesia.
Sehingga menurutnya daripada anggaran dana
tersebut digunakan untuk mendanai proyek pemindahan Ibu Kota, akan jauh lebih
baik anggaran tersebut digunakan untuk melakukan pembangunan yang lain dengan
tujuan tetap untuk pemerataan pembangunan. Sedangkan menurut Kepala Bapennas
Bambang Brodjonegoro dana yang dibutuhkan negara untuk merealisasikan proyek
tersebut adalah sekitar 466 Triliun dengan memakan waktu pemindahan kurang
lebih 20 tahun. [ Sumber: Metrotvnews ]
Adalah, Nirwono Joga, seorang Pakar Perkotaan,
berpendapat bahwa tidak tepat jika rencana pemindahan ibu kota ini dengan
beralasan oleh adanya masalah macet dan urbanisasi yang ada di Jakarta.
Menurutnya, pemerintah harus menyiapkan alasan yang lebih kuat lagi. Melihat
proses pemindahan ibu kota memerlukan waktu yang lama. Dengan masa periode
pemerintahan yang hanya sampai 5 tahun saja. Oleh karena itu perlu adanya
kesepakatan parpol supaya proyek ini tidak berhenti ditengah jalan, ketika
terjadi perpindahan kepemimpinan negara.
Kemudian untuk tata ruangnya sendiri dipelukan
luas lahan sekitar 30-40.000 hektar. Sumber: https://www.mongabay.co.id
Lalu bagaimanakah dengan pendapat Masyarakat dan
Mahasiswa terkait rencana pemindahan Ibu Kota Indonesia tersebut? Dari hasil
tanya jawab yang sudah dilakukan, ternyata banyak pro dan kontra atas adanya
kebijakan tersebut.
Seperti halnya Sinta Nur, 19 tahun, salah satu
Mahasiswa Bina Nusantara Malang atau yang familiar dengan BINUS, Jurusan Ilmu
Komunikasi. Menurutnya, terkait rencana pemindahan ibu kota tersebut memang
perlu direalisasikan, melihat kondisi Jakarta saat ini yang semakin carut-marut.
Ia mengatakan bahwa, jika ditanya setuju atau tidak terkait pemindahan ibu kota
Indonesia, maka jawaban saya setuju, mengapa? Ya menurut saya Jakarta itu sudah
terlalu dipenuhi dengan banyak masalah, seperti kemacetetan, kemiskinan,
banjir, dan tingginya pertumbuhan penduduk.
Sehingga menurutnya, kebijakan tersebut sudah
tepat. Setidaknya Indonesia harus berani mengambil resiko, sekalipun resiko
terburuknya adalah terjadinya pembengkakan utang negara. Ketua Jaringan Ahli
Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia, Mahawan Karuniasa juga mengatakan
hal yang serupa, menurutnya Jakarta sudah melampaui daya dukung sebagai pusat
Ibu Kota negara. [ Sumber: https://www.mongabay.co.id ]
Sedangkan menurut Mohamad Faisal, 20 tahun, mahasiswa
Universitas Muhammadiyah, Malang, Jurusan Perternakan, tidak setuju dengan
adanya wacana pemindahan Ibu Kota Indonesia. Menurutnya, ibu kota tidak perlu
dipindahkan, karena, pikirnya, kebijakan
tersebut hanya akan menimbulkan masalah baru seperti pembengkakan utang negara.
Jika memang pemerintah menginginkan pemerataan
pembangunan, mengapa dana tersebut tidak digunakan untuk mengembangkan
sektor-sektor yang lain, dengan tujuan tetap untuk pemerataan pembangunan?
Begitupun pendapat Puji Irawan seorang pegawai KSP, 28tahun, ia juga tidak
setuju dengan adanya kebijakan tersebut, dengan alasan yang serupa. Kebijakan
pemindahan ibu kota tersebut memang dipenuhi pro dan kontra. Namun apa yang ada
dipikiran pemerintah adalah berusaha memberikan jawaban atas
permasalahan-permasalahan yang ada.
Pemerintah menilai Jakarta sudah tidak layak dijadikan
ibu kota, melihat berbagai permasalahan yang terjadi saat ini. Seperti
permasalahan kemacatan saja, selain menghambat waktu juga menimbulkan kerugian
yang cukup besar. Menurut data Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional [
Bappenas ], kerugian yang dialami setiap tahunnya sekira 67,5 triliun di
Jakarta, sedangkan untuk wilayah jabodetabek mencapai 100 triliun. Jadi dengan
demikian, bisa dilihat bahwa kemacetan juga menimbulkan banyak kerugian. Selain
itu kebijakan ini diambil juga karena adanya prediksi Indonesia akan menjadi
kekuatan ekonomi dunia ke-4 di 2030.
Medrilzam, Direktur Lingkungan Hidup Bappenas,
juga mengatakan bahwa terkait adanya rencana pemindahan Ibu Kota tersebut
selain harus melihat isu lingkungan, juga harus melihat dari segi ekonomi
lingkungan, dan juga pertahanan keamanan. [ Sumber: https://www.mongabay.co.id ]
Apapun yang menjadi kebijakan pemerintah sudah
tentu memiliki alasan yang komplek. Jika itu baik adanya mengapa tidak kita
dukung dan awasi bersama. apalagi isu adanya pemindahan Ibu Kota ini sudah ada
sejak zaman Belanda, era Soekarano, Soeharto, SBY dan sampai saat ini Jokowi.
Sehingga sebenarnya ini bukan permasalahan baru
lagi. Lalu akankah dipemerintahan Jokowi Dodo proyek tersebut benar-benar dapat
terealisasikan? Atau berulang kembali hanya menjadi isu yang tidak
terlaksanakan? Apapun yang menjadi kebijakan dan keputusan pemerintah juga
semata-semata demi kebaikan dan kemajuan negara ini, jadi kita sebagai
masyarakat sipil hanya perlu mendukung dan mengawasinya.
Ditulis Oleh : Puji Susilo Asih, Jurusan Ilmu
Pemerintahan [ FISIP ], UMM, Angkatan 2018
Editor : roy enhaer
Editor : roy enhaer