‘Walang Jati’ dan ‘Berkah’ Jumiati


BERKAH DAN SEKOLAH : Onliner DIPLOMASINEWS.NET, bersama Jumiati, penjaja ‘walang jati’ di kawasan belantara jati, di Desa Karetan, Purwoharjo, Banyuwangi. [ images : andri/diplomasinews.net ]

DIPLOMASINEWS.NET_KARETAN_PURWOHARJO_BANYUWANGI_Sore itu sejuk ketika melintasi teduhnya hutan jati di sepanjang jalan raya antara Desa Karetan dan Desa Glagahagung, Purwoharjo, Banyuwangi, Jawa Timur, itu.  

Menariknya, ternyata kawasan hutan jati milik perhutani tersebut sangat memberi ‘berkah’ bagi kehidupan orang-orang di sekitarnya yang bisa melihat peluang ‘rupiah’ di dalamnya. Peluang tersebut adalah ketika musim belalang tiba. Jutaan belalang beterbangan dari pokok pohon ke pohon lainnya di kedalaman hutan jati itu.

Serangga belalang yang sebutan Latinnya, Valanga Nigricornis, tersebut, ternyata menjadi buruan orang-orang di sekitar hutan untuk dijadikan mata pencaharian dan dijajakan di sepanjang jalan di kawasan hutan tersebut.

“Lumayan, dari hasil jualan ‘walang jati’ tersebut, bisa dipakai untuk membeli beras,” terang Jumiati, 42 tahun, ketika ditemui DIPLOMASINEWS.NET, di bawah rindangnya pohon asam di pinggir belantara jati, itu, Minggu, 21 April 2019.

Terang Jumiati, dirinya menyebut serangga itu dengan sebutan ‘walang jati’, sebab serangga berkaki panjang berduri itu terbang dan  merebaknya berasal dari kedalaman hutan jati di kawasan itu. Akunya, belalang yang kini dijajakannya itu diperolehnya dari mencari dan ‘belusukan’ di tengah hutan jati ketika malam hari. Alasannya, serangga tersebut akan mudah ditangkap dan pasti jinak saat malam hari.

“Jika menangkpnya saat siang -siang, ‘walang jati’ itu akan sulit ditangkap. Belalang itu liar dan terbang ke sana-ke sini,” akunya.

Aku Jumiati, hasil belalang tangkapannya tersebut, ketika hendak dijual di jalanan hutan, terlebih dulu ‘dimutilasi’ bagian sayap dan kedua kakinya, kemudian ratusan belalang itu ditusuk punggungnya hingga membentuk ‘rentengan’ belalang yang siap jual. 

Masih katanya, belalang yang dijajakannya itu biasanya dikonsumsi dengan cara digoreng atau dibuat penganan 'rempeyek'. Dan, pembelinya umumnya dari jauh bahkan dari luar kota Banyuwangi. Bahkan, para pembelinya tak hanya datang sekali saja, tapi mereka tak enggan untuk membeli ulang pada selang beberapa hari lagi.   

Satu ‘renteng’ yang berisi 100 belalang tersebut, terang Jumiati, dibandrol dengan tarif Rp. 35 ribu. Dan, setiap hari dirinya bersama Pujianto, 56 tahun, suaminya, itu, sanggup menghabiskan kisaran 10 hingga 20 sunduk belalang.

“Bisa untuk bantu-bantu biaya sekolah anak-anak saya,” pungkas Jumiati yang diangguki suaminya, ketika ‘dijagongi’ DIPLOMASINEWS.NET, di lapaknya di pinggir belantara jati, itu.

Onliner          : roy enhaer/andri pras  

Related

Cover Story 7797734336134415382

Follow Us

Postingan Populer

Connect Us

DIPLOMASINEWS.NET
Alamat Redaksi : Perumahan Puri Jasmine No. 07, Jajag, Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur
E-mail : redaksi.diplomasi@gmail.com
item