'Memecah' Rezeki di Pinggir Kali
http://www.diplomasinews.net/2019/03/memecah-rezeki-di-pinggir-kali.html
MEMECAH REZEKI : Mutiah, 50 tahun, dengan gigih memecah kerasnya bebatuan di pinggir kali dari pagi hingga terbenam matahari [ images : roy enhaer/diplomasinews.net ] |
DIPLOMASINEWS.NET_MARON_GENTENG_Tuhan adalah Maha Pemberi Rejeki atas seluruh makhluk ciptaan-Nya. Dan, salah satu makhluk ciptaan-Nya itu bernama Mutiah, 50 tahun, yang setiap hari mencari nafkah di pinggir kali di bawah jembatan ‘Sasak Gantung’ di kawasan Maron, Genteng Kulon, Banyuwangi, Jawa Timur.
Dari pagi buta
hingga matahari tertutup mega di kaki langit barat sebelah sana, Mutiah
‘memecah’ material bebatuan kali agar menjadi bentuk batuan koral yang
siap jual. Dengan kedua tangan wanitanya, satu tangan kanan menggenggam palu
sedang yang kiri menjepit batu kali itu untuk dipecahkan hingga terbelah.
Mutiah, 50
tahun, warga Dusun Maron, Genteng, Banyuwangi, Jawa Timur, itu, ternyata
tidak sendiri ketika memecah batu-batu kali itu. Ia dengan setia ditemani
suaminya, Suparno, yang ‘kumkum’ atau berendam di tengah lubuk kali. Ternyata,
‘tugas’ Suparno tidak ringan. Ia mengambil material batu-batu dari kedalaman
sungai itu untuk dinaikkan ke pinggir kali kemudian ditumpuk di depan Mutiah,
istrinya, itu untuk dibelah olehnya.
MENYELAMI REZEKI : Suparno, 60 tahun, suami Mutiah, setiap pagi membelah dan menyelami lubuk di kedalaman kali. [ images : andri/diplomasinews.net ] |
“Sehari hanya
dapat 3 keranjang batu pecah. Kalau dijual kira-kira dapat 25 ribuan,” aku
Mutiah, jujur ketika ditemui DIPLOMASINEWS.NET, di sela-sela membelah batu di
pinggir kali, Sabtu, 16 Maret 2019.
Bersama
Suparno, 60 tahun, suaminya, itu, ia sangat menikmati atas pekerjaan sebagai
pemecah batu di pinggir kali. Baginya, rezeki itu ada di mana-mana. Meski dari
pagi hingga menjelang hari senja bergelut dengan bebatuan kali, ia bersama
suaminya selalu belajar menekuni dan menyukurinya atas ‘garis hidup’ dan ‘garis
rezeki’ yang digariskan oleh-Nya.
“Hasil jual
pecah batu sebagian, ya saya kasihkan ke cucu,” pungkas Mutiah, ketika ditanya
digunakan apa dan untuk siapa hasil jerih payah sebagai pemecah batu, itu.
Ketika
DIPLOMASINEWS.NET, meninggalkan wanita pemecah batu tersebut, mega senja
semakin gelap dan terdengar suara batu terbelah beradu dengan palu. Dan,
sesekali, Mutiah yang bertudung caping bambu itu mengusap peluh yang
mengalir basah di wajah lelahnya. .
Onliner
: andri/nanang
Editor
: roy
enhaer