‘Lambe Turah’, Hati Rakyat Terbelah
http://www.diplomasinews.net/2019/02/lambe-turah-hati-rakyat-terbelah.html
@roy enhaer |
SAYA mencoba merefleksikan suasana hati rakyat
di Negeri yang penuh toleransi ini dalam konteks ‘Debat Presiden’ beberapa
waktu lalu. Menurut berpikir saya, bangsa di negeri ini sangat belum siap
ketika harus berbeda pendapat. Belum siap mentalnya, belum siap logikanya,
belum siap hatinya, dan belum siap kuturalnya.
Dan, multi-kebelumsiapan itu sesungguhnya telah
menghinggapi manusia-manusia di negeri Pancasila ini. Jangankan rakyat awam,
bahkan tokoh-tokoh dan orang-orang penting di pusat perpolitikan di atas sana
pun, sangat kentara kalau mereka itu belum siap menghadapinya.
Coba kita amati dengan akal sehat dan pikiran
waras ketika melihat dua kandidat capres itu ‘live’ di layar monitor TV waktu
itu. Semua rangkaian perdebatan yang tergelar dari awal hingga rampung itu
benar-benar tak menunjukkan bahwa dua ‘The Candidates’ itu masih sangat belum
menunjukkan kenegarawanan mereka. Padahal Ibu Pertiwi pemilik negeri ‘gemah
ripah loh jinawi’ yang bernama Indonesia itu telah memanggil anak-anak zaman
untuk menata, merawat, menentramkan, dan mengkhalifahinya hingga bisa
terwariskan kepada generasi anak, cucu, cicit, dan ‘cocot’ bangsa di negeri
zamrut katulistiwa ini.
Dan, gelaran politik bertajuk ‘Debat Capres’
beberapa waktu lalu itu sangat mengindikasikan betapa para kandidatnya sangat
tidak siap untuk berbeda gagasan, berbeda konsep, berbeda cara pandang dalam
memandang Indonesia yang berbhineka dan kaya raya ini. Jangkauan dan horison pikiran-pikiran
mereka masih sangat kurang luas, kurang mondial, dan sangat kurang mendunia. Gagasan
mereka masih hanya selevel ‘musrenbangdes’ atau acara 'cerdas cermat' di tv hitam putih zaman dahulu itu. Idealitas mereka masih sangat belum mampu menembus
langit dan menukik ke bumi di ketinggian dan kedalaman hati rakyat.
Mereka masih sebatas berdebat soal siapa penguasa
dan siapa yang dikuasai. Siapa yang gampang ‘hutang’ dan siapa yang ‘tidak suka’
hutang. Siapa yang kini memiliki ribuan hektar lahan padahal selama ini sudah ‘tertutupi’
rapat-rapat, dan siapa yang ‘keprucut’ telah memublikasikannya untuk ‘kepentingan’
politis dalam debat presiden, lusa hari itu?
Coba kita memotretnya lebih fokus lagi, betapa para
kandidat capres itu masih ‘dicapreskan’ oleh ‘industri’ partai politik yang
belum tentu paralel dengan aspirasi jutaan rakyat di negeri ini. Mereka masih didorong-dorong dan digiring-giring oleh para 'makelar' politik dan ditepuktangani oleh tim
sukses mereka masing-masing yang justru ‘nafsu politik’ nya melebihi sang
kandidat itu sendiri. Saling menghujat tuding jidat antar tim sukses ketika
tayang langsung di kaca televisi. Saling kecam dan ejek, saling lempar
kebencian, caci maki, dan sumpah serapah.
Gelar debat kandidat yang sangat gebyar itu jika
diteropong dari kaca mata ratusan juta rakyat di negeri ini, ‘tibaknya’ sekadar ‘lambe turah’ saja. Hanya omong
tanpa meresapi kesumpekan dan ‘kelaparan’ hati rakyat, tanpa bisa menjamin kesejahteraan,
dan kenyamanan hati rakyat, padahal negeri ini adalah kedaulatannya milik
rakyat. Mereka tidak tahu bahwa sesungguhnya mereka itu sekadar ‘jongos’
rakyat.
Akhirnya, debat capres itu justru menjadi ajang tabur kebencian, keterpecahbelahan dan teriris-irisnya hati nurani ratusan juta
rakyat di negeri ‘Nyiur Melambai’, ini. Sekadar 'lambe turah' alias mulut berbusa-busa saja.
Apakah sesungguhnya yang dapat diperoleh, dan dimaknai
sebagai pelajaran berharga oleh ratusan juta rakyat yang tengah menikmati
suguhan debat calon presiden di layar televisi hingga di sudut-sudut kampung seantero
negeri, ini? Sekadar ‘lambe turah’ kah?
@roy enhaer
Banyuwangi, 23 Februari 2019