Ritual ‘Penjamasan’ Pusaka, Antara ‘Sirik’ dan Budaya

Ketika DIPLOMASINews.Net, ‘Bermalamsatusuroan’ di Alas Purwo

 

Angka digital pada layar hand phone terbaca angka nol-nol tepat memasuki kehidupan baru, 1 Suro. Pada detik dini hari itu juga DIPLOMASI tengah duduk bersila di tengah belantara Alas Purwo yang terletak di ujung pulau Jawa paling timur itu. Tepatnya, di Taman Nasional Alas Purwo [ TNAP ] Semenanjung Blambangan, Banyuwangi, Jawa Timur.

Alas Purwo yang ‘wingit’ penuh kemistikan dan dikenal dengan sebutan ‘jalmo moro, jalmo mati’ tersebut menjadi tempat berdzikir demi menyongsong satu Suro. Demi menyongsong kehidupan baru setiap pada tahun baru Islam.

“Alhamduliilah, pada setiap satu Suro, kami selalu berdzikir di tempat ini,” ujar Gus Fahru [ sapaan akrab ] Fahrurrozi, Kiai asal Purwoharjo, Banyuwangi, itu, ketika ditemui DIPLOMASINews.Net, di atas pondok kayu di Alas Purwo. 

Beberapa tokoh agama juga turut hadir pada malam satu Suro di Alas Purwo, itu, seperti dua tokoh ‘Kiai Kembar’ [ Kiai Hoirudin dan Kiai Nurudin ] asal Barurejo, Siliragung, Banyuwangi. Di tengah acara ritual ‘jamasan pusaka’ itu, kedua Kiai Kembar itu dengan khusuk melantunkan salawat hingga paripurna. 

Bersyukur, ketika itu, DIPLOMASINews.Net, diberi sejenak waktu untuk menginterview kedua tokoh ‘kembar’ itu tentang benda pusaka bernama keris. Siapa sesungguhnya pembuat benda pusaka itu? Untuk apa dan apa fungsinya? Masih relevankah keris itu jika dibicarakan pada era serba digital seperti sekarang ini?  Kapan keris itu menjadi ‘sirik’ dan kapan ia hanya sebagai budaya yang mesti ‘diuri-uri’ keberadaannya?

“Keris adalah benda pusaka. Adanya ‘hanya’ di Jawa, saja,” terang salah satu kiai Kembar, ketika DIPLOMASINews.Net, menanyakannya.

Terangnya lagi, keris itu diciptakan oleh seorang empu pada zaman dulu. Keris adalah sekadar sebuah benda tapi sangat ‘luar biasa’. Diciptakan dari bahan baku yang ‘luar biasa’. Dan, juga diciptakan oleh orang-orang yang ‘luar biasa’. Makanya, terang kiai kembar itu, hingga di zaman teknologi tinggi sekarang ini, ia masih memiliki ‘daya’ yang luar biasa.

“Sebuah keris akan menjadi ‘sirik’ ketika kita meyakininya sebagai segala-galanya. Dan, ia menjadi ‘sirik’ yang betul-betul ‘sirik’ ketika kita menganggapnya sebagai ‘tuhan’,” jelentrehnya pada media ini ketika berdiskusi di gubug papan yang berada tepat di ‘jantung’ hutan Alas Purwo.

Lanjutnya, keris pada zaman sekarang ini tak ubahnya seperti benda HP yang kita miliki itu. Ia mencontohkan perilaku kita sehari-hari sebagai pengguna HP. Andai tak ada HP, pasti transaksi bisnis dengan teman bisnisnya pasti gagal. Bukankah HP itu akan berubah ‘sirik’ ketika fungsinya menjadi segala-galanya dalam hidup kita? Bukankah pemilik segala-gala-Nya itu adalah hanya Tuhan Allah SWT?

“Tak dilarang kita punya keris sebanyak-banyaknya, asal jangan sampai terpeleset ‘menuhankan’ nya. Keris adalah benda pusaka yang boleh diuri-uri dan dibudayakan,” pungkas Kiai Kembar dengan tegas.  

roy/jefri/ikhsan/diplomasinews.net

Related

Cover Story 2184627460348178453

Follow Us

Postingan Populer

Connect Us

DIPLOMASINEWS.NET
Alamat Redaksi : Perumahan Puri Jasmine No. 07, Jajag, Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur
E-mail : redaksi.diplomasi@gmail.com
item