Desa Sambimulyo, 'Bersih Deso' dan Pengajian Akbar 'Satu Suro'
http://www.diplomasinews.net/2018/10/desa-sambimulyo-bersaih-desa-dan.html
DIPLOMASINEWS.NET_BANGOREJO_BANYUWANGI
_ Peringatan Tahun Baru Islam 1440 H atau 1 Suro, digelar di Desa Sambimulyo,
Bangorejo, Banyuwangi, 13 September 2018.
Panggung besar
di lapangan desa Sambimulyo itu, malam ini [ Kamis, 13 September 2018 ]
menghadirkan pendakwah kondang, KH Aad Ainurussalam, dari Surabaya dan dihadiri
oleh ribuan jamaah.
Dari atas
mimbar, tausyiah dari Gus Aad [ KH Aad Ainurussalam ] membuat ribuan jamaah tak
beranjak dari tempat duduk mereka. Pesan-pesan religinya sangat bisa diterima
jamaah dan dibumbui dengan rasa humor khas Gus Aad. Di sela-sela ceramahnya,
selalu diwarnai dengan alunan musik religi.
Saat ditemui
DIPLOMASINews.Net, Wintoyo, SH, kepala desa Sambimulyo, mengatakan bahwa
pengajian akbar yang digelar di lapangan desa itu tujuannya untuk meningkatkan
rasa keagamaan seluruh umat, khususnya untuk mempererat kerukunan antarumat
beragama di desa Sambimulyo.
“Saya ingin
rakyat Sambimulyo merayakan tahun baru Islam ini dengan meriah dan bermanfaat,”
papar Wintoyo pada media online ini.
Pengajian akbar
yang digelar di lapangan Desa Sambimulyo, Bangorejo, Banyuwangi itu juga
dihadiri oleh KH Burhan Albanani, segenap pengurus Dzikrussafaah, forpimka se
kecamatan Bangorejo, tokoh partai PDIP Sugirah, SPd, Msi.
Pada hari
berikutnya, pemerintah Desa Sambimulyo, Bangorejo, Banyuwangi, itu juga
menggelar acara ‘Suroan’ atau Tahun Baru Islam 1440 H sekaligus ‘ruwatan’ desa di
pendapa Balai Desa.
Ketika itu, dalam
ritual ‘ruwatan’ yang disimbolisasikan dengan seni wayang purwa itu diyakini
oleh sebagian warga di Desa Sambimulyo sebagai upaya ‘tolak balak’ atau ancaman
mara bahaya atas segala hal yang buruk dan kotor dalam hidup dan kehidupan di
dunia ini.
“Ruwatan tersebut
diharapkan agar seseorang terbebas dari malapetaka. Pada kehidupan nyata
sehari-hari agar kita selalu terjaga baik atas ucapan, dan perilaku agar tidak
menimbulkan aib. Makanya, kita mesti mengadakan ruwatan,” jelentreh Wintoyo, SH, kepala desa Sambilmulyo pada DIPLOMASINews.Net,
di tengah sakralnya ruwatan.
Tambahnya lagi,
dalam ruwatan, jika seseorang yang terkena suatu ‘sukerta’, ia akan ‘diuntal’
atau dimangsa ‘Batara Kala’. Dan, untuk
menghindar atau melepaskan semua itu, seseorang mesti menyelenggarakan upacara ‘ruwatan’
dengan segala persyaratan yang benar dan tepat.
Upacara ruwatan
yang di-dalangi oleh Ki Dalang Suyadi berlangsung sakral, hening, ngelangut, dan mistis dalam menggelar
lakon-lakonnya dari awal hingga akhir kisah. Dalam menarasikan lakonnya, ritual
ruwatan tersebut juga merupakan upaya menghalau berbagai wabah, hama dan
penyakit yang berusaha menyerang tanaman dan lain sebagainya.
Sementara itu,
Kepala Desa Sambilmulyo, Wintoyo, SH, bertutur pada DIPLOMASINEWS.NET, bahwa untuk
mengenang atau memperingati wayang zaman purwa terbagi atas 4 bagian, yaitu:
mitos-mitos permulaan kosmos mengenai dewa, raksasa, dan manusia, Arjunasasrabahu,
yang memuat pendahuluan Ramayana
Di dalam wayang
dikandung hakekat kehidupan yang sangat mendasar. Aspek penting dalam kaitannya
dengan hakekat wayang ialah masyarakat Jawa sering mengaitkan antara peristiwa
yang terjadi di dalam dunia wayang dengan dunia nyata.
Inti dari lakon
wayang adalah bayangan dunia nyata, yang di dalamnya terdapat makhluk ciptaan
Ilahi, seperti : manusia, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan bahkan dunia seisinya. Pembayangan
itu berisi tentang gambaran kehidupan manusia, terutama mengenai sifat
keutamaan atau kemuliaan dan keangkaraan atau kejahatan atas peristiwa yang
terjadi dalam dunia nyata, yang disebabkan oleh sesuatu hal sehingga seseorang
terkena sukerta. Semua itu akan menjadi mangsa Batara Kala.
Onliner : ikhsan/andri/wati/hary
Editor : roy enhaer