Antaboga, ‘Wisata’ Multi-Agama di Tengah Hutan Belantara
http://www.diplomasinews.net/2018/10/antaboga-wisata-multi-agama-di-tengah.html
DIPLOMASINEWS.NET _ GLENMORE _ BANYUWANGI _ Adalah Antaboga, destinasi wisata dan juga tempat peribadatan multi-religi, itu, terletak di rimbunnya hutan pinus di zona Kesatuan Pengolahan Hutan [ KPH ], Banyuwangi Barat, Glenmore, Banyuwangi, Jawa Timur.
Ketika DIPLOMASINews.Net, berivestigasi wisata dan memasuki
di kawasan itu benar-benar tercengang dibuatnya. Betapa tidak, ternyata ada ’sesuatu’ yang unik dan menggeliltik di bawah
sejuk dan rimbunnya pucuk-pucuk pinus itu. Beragam simbolitas religi di tempat
itu telah terbangun. Semua agama dan kepercayaan yang dianut warga di negeri
agamis ini telah membangun tempat ibadah mereka masing-masing. Dan, Ada nuansa toleransi
dalam keberagamaan yang kental di tempat itu.
Di tengah hutan pinus itu telah terbangun berbagai
tempat ibadah milik semua agama dan kepercayaan yang dianut di Indonesia. Seperti,
tempat beribadah, Islam, Katolik, Hindu, Kristen, Budha, hingga Konghuchu. Toleransi
beragama terasa sangat kental di wisata religi Antaboga itu.
"Di tempat ini siapa pun bisa beribadah sesuai keyakinan
masing-masing," terang Kadek, salah satu pemandu wisata di Antaboga, ketika ditemui media online, ini, pekan lalu.
Lanjutnya, di Antaboga itu benar-benar tercipta rasa toleransi
antaragama yang ada di negeri ini. Semua agama boleh melakukan ritualitas agama
dan kepercayaannya masing-masing. Kadek yang beragama Hindu itu pun tidak hanya
‘mengurus’ para pemeluk dan tempat ibadah Hindu saja, tapi juga membantu segala
sesuatu bagi para pemeluk agama yang lain.
Catatan DIPLOMASINews.Net,
ternyata di wisata Antaboga itu terdapat pemandian air suci di sekitar Pura, yang
dipercaya bisa menyembuhkan penyakit. Dan, air suci itu tak hanya untuk umat Hindu
saja, tetapi juga boleh digunakan oleh semua agama. Pemandian itu dipercaya
bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit. Lagi-lagi, semua umat boleh mandi dan
berdoa di tempat itu sesuai kepercayaannya masing-masing.
Langkah kaki media online,
ini masih terus menyusuri kawasan wisata reilgi Antabago yang berada di
sejuknya hutan pinus itu. Dan, tidak
jauh pemandian itu, terdapat Patung Dewi
Kwam Im yang merupakan simbol kepercayaan umat Budha. Kurang lebih 30 meter
dari patung Dewi Kwam Im, telah berdiri megah patung Bunda Maria dan Yesus. tak
jauh dari tempat itu, telah berdiri tempat ibadah, Musala, milik umat muslim.
Untuk memasuki zona wisata reilgi Antaboga, para
pengunjung ‘diwajibkan’ mengenakan busana sopan dan tidak diperkenankan
menggunakan celana pendek. Pengunjung pun dipersilakan menginap di Antaboga itu
jika ada keinginan. Tempat ini juga telah menyediakan fasilitas pondok-pondok
inap dan sangat tidak diperbolehkan para penginap melakukan keberisikan. Harus tenang.
Ketika majalah ini menelusur tentang historikal wisata
di hutan pinus itu ternyata belum ada catatan resmi sejak kapan Antaboga itu
ada. Dalam mitos Bali, Antaboga disebut sebagai ular raksasa yang berada di
dasar perut bumi. Dalam kisahnya, ular raksasa itu ada ketika bumi ini
diciptakan. Dalam makna lain, Anta diartikan sebagai tempat, dan Boga dimaknai
sebagai makanan.
Sementara itu, saat DIPLOMASINews.Net menemui tokoh
spritual di Antaboga, Handoyo, yang bergama Katolik, dan I Gusti Agung Putra Brahmasta, penganut
Hindu. Mereka mengatakan bahwa di tempat itulah [ Antabaga ] merupakan ‘miniatur’
atas keberagaman agama yang ‘sanggup’ bertoleransi antar pemeluk agama yan
berbeda keyakinannya. Ada kebersamaan antarumat bergama yang tebangun dengan
mesra dan indah di Antaboga itu.
“Kenapa para pemeluk agama ‘di luaran’ sana justru
selalu ‘berantem’ saja? Kenapa mereka tidak ‘mencontoh’ kentalnya toleransi beragama
di Antaboga, ini?” tanya DIPLOMASINews.Net ketika di bawah rindang dan sejuknyanya
pucuk-pucuk pinus di Antaboga. Tak ada ada jawaban dari keduanya. Hanya senyum dan tersenyum.
Di saat terpisah, salah satu tokoh Hindu,
I Putu Armika, ketika ditemui, mengatakan
bahwa pihaknya tengah mengadakan ritual mendudukkan tempat pemujaan patung Kanjeng
Ratu Nyi Roro Kidul, penguasa pantai laut selatan, yang biasa disebut dengan
Ratu Pengadilan.
Tempat seperti di Antaboga itu adalah
merupakan ‘miniatur’ atas toleransi antaragama di negeri ini. Andai, penganut seluruh
agama di negeri Pancasila ini mau dan mampu ‘mencontoh’ ragam keberagamaan dan
simbolisasi tempat ibadah masing-masing agama. Ternyata, di tempat wisata
religi itu ada kebhinekaan yang kental dalam konteks toleransi kereligiusitasan
di negeri Nusantara, ini.
“Bisakah di Antaboga ini menjadi ‘miniatur’ atas
toleransi antar agama di Indonesia?”, tanya DIPLOMASINews.Net, pada I Putu Armika, salah satu tokoh Hindu dari Jakarta, ketika di Antaboga. Tak ada jawaban, ia hanya senyum simpul saja.
Onliner : pur/adi/ikhsan/budiyono/hariyanto/andri/tegas/jefri/budiharjo/nanang
Editor : roy enhaer